Pengertian
Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragma berasal dari bahasa Yunani yang berarti tindakan atau action. Sedangkan pengertian isme sama dengan pengertian isme-isme yang lainnya yang merujuk pada cara berpikir atau suatu aliran berpikir. Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa fikiran itu mengikuti tindakan.[1]
Dalam kamus Filsafat, pragmatisme merupakan inti filsafat pragmatik dan menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Kegunaan praktis bukan pengakuan kebenaran objektif dengan kriterium praktik, tetapi apa yang memenuhi kepentingan-kepentingan subjektif individu.[2]
Sumber Gambar: id.zulkarnainazis.com
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pragmatisme ialah kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran (paham, doktrin, gagasan, pernyataan, ucapan, dsb), bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia.[3]
Dalam buku yang ditulis Prof. Dr. Juhaya S. Praja, yaitu “Aliran-aliran Filsafat & Etika”[4] menyebutkan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya benar dengan perantara akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”.
Dengan kata lain pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.[5]
Akan tetapi, sebagai aliran filsafat, pragmatisme mengandung kelemahan-kelemahan. Pragmatisme mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran yang dapat dipraktekan, dilaksanakan, dan membawa dampak nyata. Dengan mempersempit kebenaran itu, pragmatisme menolak kebenaran yang tidak dapat langsung dipraktekan, padahal banyak kebenaran yang tidak dapat langsung dipraktekan. [6]
Sehingga, pragmatisme dapat dikatakan sebagai teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Pragmatisme berusaha menguji kebenaran ide-ide melalui konsekuensi-konsekuensi daripada praktik atau pelaksanaanya. Artinya, ide-ide itu belum dikatakan benar atau salah sebelum diuji.[7]
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun barangkat dari gagasan yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme, yaitu:[8]
1. Menolak segala intelektualisme
2. Absolutismes
3. Meremehkan logika formal
Dari pembahasan diatas menurut saya, pragmatisme adalah sebuah aliran filsafat yang menekankan pada sebuah tindakan atau perbuatan yang benar. Tetapi tindakan atau perbuatan dikatakan benar apabila tindakan atau perbuatan tersebut menjadi bermanfaatbagi kehidupannya sendiri maupun masyarakat disekitarnya dantindakan atau perbuatan tersebut dianggap benar pula oleh orang lain.
Sejarah Pragmatisme
Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles sanders Peirce (1839-1914 M), filosof amerika yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode filsafat (Stroh, 1968), tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates, Aristoteles, Berkeley, dan Hume. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Pierce-lah yang membiasakan istilah ini dengan ungkapannya “tentukan apa akibatnya, apakah dapat dipahami secara praktis atau tidak. Kita akan mendapat pengertian tentang obyek itu, kemudian konsep kita tentang akibat itu, itulah keseluruhan konsep obyek tersebut”. Ia juga menambahkan, untuk mengukur kebenaran suatu konsep, kita harus mempertimbangkan apa konsekuensi logis penerapan konsep tersebut. William James (1842-1920 M) adalah tokoh yang paling bertanggung jawab yang membuat pragmatisme menjadi terkenal di seluruh dunia. Ia juga merupakan orang Amerika pertama yang memberikan kontribusi kedalam gelombang dahsyat pemikiran filsafat di dunia Barat.[9]
Orang Amerika merasa bangga pada aliran pragmatisme yang dipandang sebagai suatu aliran yang dikembangkan oleh orang-orang Amerika. Hal ini tampak pada tulisan Edward C. Moore seorang Guru Besar pada University of Massachusetts. Ucapan demikian dapat kita lihat pula pada tulisan Morton White yang menyebut khusus mengenai Pierce sebagai seorang filsuf terbesar yang pernah dihasilkan oleh Amerika.[10]
Baca Juga: Pragmatisme Jhon Dewey
[1] Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan:
Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal.
145-146.
[5]Atang Abdul Hakim dkk, Filsafat Umum
dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008),
hal. 319.
[6] A.
Mangunhardjana, Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z, (Yogyakarta:
Kanisius, 2006), hal. 189-192.
[7] Adib Muhammad,
Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 123.
[9] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan
Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),
hal. 190.
[10] G. W.
Bawengan, Sebuah Studi Tentang Filsafat, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
1983), hal. 100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar