Pengertian Surat dan Ayat dalam Al-Quran - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Senin, 14 Desember 2015

Pengertian Surat dan Ayat dalam Al-Quran


Pengertian Surat dan Ayat

Makna ayat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara bahasa (etimologi) dan secara istilah (terminologi). Secara bahasa, ayat dapat diartikan dalam banyak makna. Diantaranya adalah mukjizat, tanda atau alamat, pelajaran atau peringatan, suatu hal yang mentakjubkan, kelompok atau kumpulan, dan bukti[1] . Secara istilah ayat diartikan sebagai sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam suatu surat Al-Qur’an. Sedangkan pengertian surat ditinjau dari sisi etimologi adalah manzilah atau kedudukan[2]. Dan surat secara terminologi berarti sejumlah ayat Al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan.[3]

Sumber gambar: http://masarif.xyz/cara-mudah-menghafal-nama-nama-surat-dalam-al-quran.html

Jumlah Surat dan Ayat dalam Al-Qur’an

Ulama telah menetapkan jumlah ayat dalam Al-Qur’an adalah 6200 lebih. Yang dimaksud 6200 lebih adalah jumlah lebihnya itu masih terjadi perbedaan pendapat antar ulama. Seperti halnya ulama Madinah menetapkan 6217 ayat. Penetapan yang kedua ulama Madinah, menurut Syaiban, adalah 6214 ayat, sedangkan menurut Abu Ja’far adalah 6210 ayat. Sedangkan Ulama Makkah, menurut riwayat Ibnu Katsir, terdapat 6220 ayat, menurut riwayat ‘Ashim Ulama Bashrah menetapkan 6205 ayat, ulama Kufah menyebutkan 6236 ayat menurut riwayat Hamzah, dan menurut riwayat Yahya bin Al-Haris menentukan 6226 ayat dalam Al-Qur’an. [4]

Salah satu penyebab perbedaan jumlah ayat Al-Qur’an yang terjadi dikalangan ulama ini terjadi karena semula Nabi Muhammad membaca waqaf pada tiap-tiap ayat untuk mengajarkan atau menunjukkan kepada para sahabat bahwa lafadz yang dibaca waqaf itu adalah fashilah. Kemudian jika sahabat telah mengetahui tentang fashilah tersebut Nabi Muhammad akan membaca washal untuk menyempurnakan maknanya. Hal inilah yang menimbulkan selisih pendapat antar ulama.[5]

Jumlah surat menurut jumhur ulama dalam Al-Qur’an ada 114 surat. Namun jumlah surat Al-Qur’an tersebut juga tidak lepas dari perbedaan. Ada ulama yang berpendapat jumlah surat dalam Al-Qur’an adalah 113. Karena ulama tersebut beranggapan surat Al-Anfal dan At-Taubah adalah satu surat. Surat terpanjang adalah surat Al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat, dan surat terpendek adalah surat Al-Kautsar yang terdiri dari 3 ayat.[6]

Pengelompokan Surat dan Ayat
 a. Pengelompokan ayat

Menurut pendapat jumhur ulama, pengelompokan ayat Al-Qur’an dilakukan dengan cara tauqifi yang artinya adalah berdasarkan ketetapan nabi. Argumen dari jumhur ulama tersebut seperti, kata (yaasin) dihitung sebagai ayat sedangkan kata (thoosiin) bukan sebuah ayat. Dan kata (khaamimsinnqaf) dihitung dua ayat sedangkan (kafha’mim’ainshad) dihitung satu ayat.[7] Setiap Jibril turun dengan membawa ayat-ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad, sekaligus memberi petunjuk tentang urutan dan penempatan ayat-ayat tersebut pada masing-masing suratnya. Kemudian Nabi Muhammad membacakannya kepada para shahabat dan memerintahkan kepada para sekretaris wahyu untuk menulis sesuai dengan urutan tempatnya pada masing-masing surat tersebut.[8]

Adapun beberapa ulama lain menyebutkan pengelompokan ayat Al-Qur’an adalah sebagian tauqifi dan sebagian lain secara qiyas. Sebab ketentuan suatu ayat terletak pada fashilahnya.[9] Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendapat yang paling kuat adalah ayat Al-Qur’an ditertibkan hanya berdasarkan ketetapan Nabi Muhammad SAW.

b. Pengelompokan surat

Jika pengelompokan ayat Al-Qur’an terdapat dua pandangan, beda halnya dalam pengelompokan surat dalam Al-Qur’an, yaitu ada tiga pandangan. Pandangan pertama mengatakan bahwa pengelompokan atau tertib surat berdasarkan ijtihad para sahabat. Adapun ulama yang mendukung pendapat pertama ini adalah Imam Maliki, Alqadhi Abu Bakar, dan Ibnu Faris dalam bukunya yang berjudul “Kitabul Khamsi”. Alasan-alasan yang dikemukakan diantaranya adalah mushaf-mushaf para sahabat berbeda-beda dalam penertiban suratnya sebelum Khalifah Ustman Bin Affan memerintahkan penghimpunan secara seragam. Maka sekiranya pengelompokan itu secara tauqifi, tidak akan terjadi perbedaan. Karena ketentuan nabi itu mutlak untuk dilaksanakan. [10]

Argumen yang lain dilandaskan pada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibni Asytah dari Ismail Bin Abbas dari Hibban Bin Yahya dari Abu Muhammad Alquraisyiy dalam Masjfuk Zuhdi berkata,[11]

“Ustman memerintahkan kepada para sahabat agar mengurutkan surat-surat yang panjang. Kemudian ia menjadikan surat Al-anfal dan Attaubah didalam kelompok tujuh dan surat yang ketujuh. Dan ia tidak memisahkan surat Al-Anfal dan At-Taubah dengan Basmalah”.

Pandangan yang kedua mengatakan bahwa penertiban seluruh surat Al-Qur’an berdasarkan Tauqifi dari Nabi Muhammad, seperti tertib ayat Al-Qur’an . Tidak ada satupun surat atau ayat yang penempatannya tidak berdasarkan ketetapan nabi. Sebab jika ijma’ yang disepakati bukan berdasarkan ketetapan nabi, maka pemilik mushaf-mushaf yang berbeda tersebut tidak akan seluruhnya menyepakati dan melaksanakan ijma’ tersenbut, mereka juga akan tetap berpegang pada mushaf mereka.[12]

Pandangan yang ketiga menyatakan bahwa pengelompokan surat Al-Qur’an adalah sebagian tauqifi dan sebagian lain secara ijtihad. Ulama besar, Azarqani dalam Masjfuk Zuhdi mengatakan “Ada hadis yang mengatakan tauqifi, namun Usman juga melakukan ijtihad”. Alqadhi Abu Muhammad bin Athiyah juga turut mengutarakan pendapatnya, “Sesungguhnya kebanyakan surat-surat Al-Qur’an itu telah diketahui tertibnya pada waktu hidup, seperti tujuh surat panjang. Surat-surat yang dimulai dengan (khamim) dan surat-surat almufashshal. Adapun surat-surat lain mungkin tertibnya diserahkan kepada umat islam sesudah nabi wafat”.[13]

Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa tertib surat yang pendapatnya lebih kuat adalah secara tauqifi, yaitu penertibannya dilakukan berdasarkan perkataan Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga: Surat Makiyah dan Madaniyah

[1]  Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Bina Ilmu,1993), hal. 136. 
[2] Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Remaja Rosada Karya, 1994), hal. 91. 
[3] Manna Al Qatthan, (terj. Aunnur Rafiq Elmazni),  Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2006), hal. 174. 
[4]  Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Bina Ilmu,1993), hal. 140. 
[5]  Ibid., hal. 140. 
[6]  Manna Al Qathan, Manna Al Qatthan, (terj. Aunnur Rafiq Elmazni),  Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2006), hal. 181. 
[7]  Masjfuk Zuhdi, , Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Bina Ilmu,1993), hal. 138. 
[8]  Fajrul Munawir dkk., Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN  Sunan Kalijaga, 2005), hal. 9. 
[9]  Masjfuk Zuhdi, , Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Bina Ilmu,1993), hal 136.  
[10] Ibid., hal. 148-149. 
[11] Ibid., hal. 149
[12] Ibid., hal.151.
[13] Ibid., hal. 153.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar