Kepala sekolah adalah jabatan tertinggi dalam lingkup sebuah lembaga sekolah, berarti kepala sekolah merupakan pemimpin dari warga sekolah, adapun fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah menurut Islam adalah sebagi berikut:
Tentang tugas kepemimpinan ini, diantaranya, Allah isyaratkan dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 41, Allah berfirman yang artinya:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. Al-Hajj: 41)
Ayat ini menjelaskan bahwa ada 4 tugas orang-orang yang memperoleh kekuasaan menjadi pemimpin, yaitu:[1]
Pertama; mendirikan shalat. Maksudnya adalah seorang pemimpin mestilah senantiasa baik dari sisi spritualitas. Jiwa yang baik, yang terlahir dari hubunganya yang baik dengan Allah, akan mendorong seorang pemimpin agar tidak lalai dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan dirinya atau orang-orang yang satu golongan dengannya saja. Mendirikan shalat juga bisa dimaknai bahwa tugas pemimpin adalah membimbing masyarakat supaya mempunyai kesadaran beragama, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan. Tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Maka, pemimpin atau kepala sekolah harus memberikan perhatian yang lebih kepada program yang mengarah kepada peningkatan kesadaran pengamalan ajaran agama di masyarakat.
Tentang tugas kepemimpinan ini, diantaranya, Allah isyaratkan dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 41, Allah berfirman yang artinya:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. Al-Hajj: 41)
Ayat ini menjelaskan bahwa ada 4 tugas orang-orang yang memperoleh kekuasaan menjadi pemimpin, yaitu:[1]
Pertama; mendirikan shalat. Maksudnya adalah seorang pemimpin mestilah senantiasa baik dari sisi spritualitas. Jiwa yang baik, yang terlahir dari hubunganya yang baik dengan Allah, akan mendorong seorang pemimpin agar tidak lalai dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan dirinya atau orang-orang yang satu golongan dengannya saja. Mendirikan shalat juga bisa dimaknai bahwa tugas pemimpin adalah membimbing masyarakat supaya mempunyai kesadaran beragama, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan. Tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Maka, pemimpin atau kepala sekolah harus memberikan perhatian yang lebih kepada program yang mengarah kepada peningkatan kesadaran pengamalan ajaran agama di masyarakat.
Kedua; melaksanakan zakat. Zakat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Dalam hampir semua ayat yang memerintahkan shalat, selalu diiringi dengan perintah kewajiban zakat. Ini menunjukkan pentingnya zakat dalam Islam. Tujuan diwajibkannya zakat adalah menanamkan pemahaman bahwa pada harta setiap orang yang berkemampuan lebih terdapat hak orang lain, yaitu orang-orang miskin. Zakat juga mengajarkan tentang nilai solidaritas, kepedulian kepada golongan yang tidak mampu. Zakat juga dipandang bisa menjadi salah satu jalan pengentasan kemiskinan. Potensi zakat sangat besar. Tetapi karena kesadaran masyarakat masih rendah, terutama dari kalangan pengusaha, konglomerat, pegawai negeri, maka zakat belum bisa terlalu diharapkan sebagai solusi atas masalah kemiskinan. Maka, tugas pemimpin, ulama dan orang yang mempunyai kemampuan memberikan kesadaran di masyarakat, adalah menerangkan kewajiban zakat dan tujuan-tujuan agung di baliknya. Sehingga, masyarakat kurang mampu bisa merasakan bahwa mereka diperhatikan dan orang-orang yang kaya bisa hidup dengan bahagia karena harta mereka telah disucikan melalui membayar zakat harta. Begitu juga dengan kepala sekolah haruslah peduli terhadap sesama guru atau kepala sekolah lain atau bahkan kepada peserta didiknya dan membantu baik berupa perbuatan, fikiran maupun materi.
Ketiga dan keempat; mengajak kepada kebaikan; dan mencegah kemungkaran. Dua prinsip ini sifatnya sangat umum. Karena umum, kita memerlukan kepada acuan budaya dan pedoman agama dalam memahami apa saja perkara yang merupakan kebaikan dan kemungkaran. Secara umumnya budaya di masyarakat Lahat hanya sedikit yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam. Sebagian besar sejalan-seiring dengan ajaran Islam. Oleh karena agama adalah sumber hukum utama umat Islam, maka budaya-budaya yang ada di masyarakat saat ini harus mengalami penyesesuain. Budaya yang tidak sejalan dengan budaya harus secara bijak dan berproses dipahamkan kepada masyarakat bahwa ia adalah salah dalam pandangan agama. Sementara budaya-budaya baik lainnya, yang sudah sesuai dengan Islam dipahamkan bahwa Islam secara prinsip menggalakkannya dan jika budaya tadi diterapkan dengan niatan mengamalkan agama maka ia akan bernilai pahala.
Mengajak kepada kebaikan artinya kepala sekolah atau pemimpin sebagai orang yang teratas bertanggung jawab atas terwujudnya program-program yang mencerdaskan masyarakat dan membentuk masyarakat yang berilmu dan mencintai ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Kenapa ilmu dipandang penting? Karena hanya dengan ilmu saja, sebuah masyarakat yang baik, yang akan sejahtera di dunia dan di akhirat bisa terwujud. Tidak ada suatu masyarakat yang maju sementara sebagian besar mereka tidak terdidik.
Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintahnya. Ibnu Tamyah mengungkapkan bahwa kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah adalah dengan mentaati peraturan-peraturannya dan Rasul-Nya. Namun hal itu sering di salah gunakan oleh orang orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta. Dalam hadits imam Bukhori dikatakan yang artinya sebagai berikut:[2]
Dari Ibn Umar r.a. Berkata bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda :”Kalian semuanya adalah pemimpin (pemelihar) dan bertanggung jawaban terhadap rakyatnya. pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluargnya dan akan di tanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan di tanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memelihara harta majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut ( diminta pertanggung jawaban ) tentang hal yang dipimpinnya.”
Pemimpin atau pemelihara dalam hadis di atas disebut dengan kata “ra’in” adalah pemelihara yang selalu berusaha untuk menciptakan kemaslahatan bagi setiap anggota yang berada dalam pemeliharaannya. Ia adalah orang yang diberikan kepercayaan untuk mengurus dan memelihara segala sesuatu yang menjadi beban atau tugas yang harus dilaksanakannya (ra’iyyah). Seorang pemimpin didaulat penuh oleh rakyat untuk mengemban amanah sebaik-baiknya. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus senantiasa menegakkan supremasi hukum dengan adil dan bijaksana, memberikan hak-hak rakyat, menjamin kemerdekaan berpendapat, berserikat, menjalankan ibadah menurut keyakinan mereka masing-masing. Mereka juga harus mendukung setiap langkah yang positif untuk membangun bangsa yang beradab, adil, dan sejahtera.
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis diatas adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang harus di pertanggung jawabkan. Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas.
Adapun dalam riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus shalih tentang tanggung jawab pemimpin di hadapan Allah kelak.
Dari definisi yang penulis ambil dari sebuah kitab[3] bisa kita simpulkan bahwa sangat besar tanggung jawab seorang pemimpin untuk menjalankan tugasnya. Terlebih juga, mereka masih harus mempertanggung jawabkan semuanya di hadapan Allah kelak. Menjadi pemimpin bukanlah pekerjaan mudah dan sesederhana yang kita pikirkan. Banyak pemimpin-pemimpin saat ini yang mengabaikan itu semua, mereka lebih memikirkan penghasilan yang akan mereka dapatkan jika mereka berhasil menjadi pemimpin. Namun setelah jabatan pemimpin telah mereka dapatkan, mereka akan lupa akan tugas dan janji-janji yang mereka katakan. Hal itu hanya seperti omongan kosong belaka.
Padahal, Allah SWT menyatakan dalam QS Yaasiin yang artinya:
…Kami menuliskanapa yang telahmerekakerjakandanbekas-bekas yang merekatinggalkan…(QS. Yasiin: 12) Ayat ini menegaskan bahwa tanggungjawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya.[4]
Ketiga dan keempat; mengajak kepada kebaikan; dan mencegah kemungkaran. Dua prinsip ini sifatnya sangat umum. Karena umum, kita memerlukan kepada acuan budaya dan pedoman agama dalam memahami apa saja perkara yang merupakan kebaikan dan kemungkaran. Secara umumnya budaya di masyarakat Lahat hanya sedikit yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam. Sebagian besar sejalan-seiring dengan ajaran Islam. Oleh karena agama adalah sumber hukum utama umat Islam, maka budaya-budaya yang ada di masyarakat saat ini harus mengalami penyesesuain. Budaya yang tidak sejalan dengan budaya harus secara bijak dan berproses dipahamkan kepada masyarakat bahwa ia adalah salah dalam pandangan agama. Sementara budaya-budaya baik lainnya, yang sudah sesuai dengan Islam dipahamkan bahwa Islam secara prinsip menggalakkannya dan jika budaya tadi diterapkan dengan niatan mengamalkan agama maka ia akan bernilai pahala.
Mengajak kepada kebaikan artinya kepala sekolah atau pemimpin sebagai orang yang teratas bertanggung jawab atas terwujudnya program-program yang mencerdaskan masyarakat dan membentuk masyarakat yang berilmu dan mencintai ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Kenapa ilmu dipandang penting? Karena hanya dengan ilmu saja, sebuah masyarakat yang baik, yang akan sejahtera di dunia dan di akhirat bisa terwujud. Tidak ada suatu masyarakat yang maju sementara sebagian besar mereka tidak terdidik.
Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintahnya. Ibnu Tamyah mengungkapkan bahwa kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah adalah dengan mentaati peraturan-peraturannya dan Rasul-Nya. Namun hal itu sering di salah gunakan oleh orang orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta. Dalam hadits imam Bukhori dikatakan yang artinya sebagai berikut:[2]
Dari Ibn Umar r.a. Berkata bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda :”Kalian semuanya adalah pemimpin (pemelihar) dan bertanggung jawaban terhadap rakyatnya. pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluargnya dan akan di tanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan di tanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memelihara harta majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut ( diminta pertanggung jawaban ) tentang hal yang dipimpinnya.”
Pemimpin atau pemelihara dalam hadis di atas disebut dengan kata “ra’in” adalah pemelihara yang selalu berusaha untuk menciptakan kemaslahatan bagi setiap anggota yang berada dalam pemeliharaannya. Ia adalah orang yang diberikan kepercayaan untuk mengurus dan memelihara segala sesuatu yang menjadi beban atau tugas yang harus dilaksanakannya (ra’iyyah). Seorang pemimpin didaulat penuh oleh rakyat untuk mengemban amanah sebaik-baiknya. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus senantiasa menegakkan supremasi hukum dengan adil dan bijaksana, memberikan hak-hak rakyat, menjamin kemerdekaan berpendapat, berserikat, menjalankan ibadah menurut keyakinan mereka masing-masing. Mereka juga harus mendukung setiap langkah yang positif untuk membangun bangsa yang beradab, adil, dan sejahtera.
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis diatas adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang harus di pertanggung jawabkan. Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas.
Adapun dalam riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus shalih tentang tanggung jawab pemimpin di hadapan Allah kelak.
Dari definisi yang penulis ambil dari sebuah kitab[3] bisa kita simpulkan bahwa sangat besar tanggung jawab seorang pemimpin untuk menjalankan tugasnya. Terlebih juga, mereka masih harus mempertanggung jawabkan semuanya di hadapan Allah kelak. Menjadi pemimpin bukanlah pekerjaan mudah dan sesederhana yang kita pikirkan. Banyak pemimpin-pemimpin saat ini yang mengabaikan itu semua, mereka lebih memikirkan penghasilan yang akan mereka dapatkan jika mereka berhasil menjadi pemimpin. Namun setelah jabatan pemimpin telah mereka dapatkan, mereka akan lupa akan tugas dan janji-janji yang mereka katakan. Hal itu hanya seperti omongan kosong belaka.
Padahal, Allah SWT menyatakan dalam QS Yaasiin yang artinya:
…Kami menuliskanapa yang telahmerekakerjakandanbekas-bekas yang merekatinggalkan…(QS. Yasiin: 12) Ayat ini menegaskan bahwa tanggungjawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar