Pengertian
Manusia berbudaya adalah manusia yang memiliki perilaku dan tingkah laku yang berakal budi yang di wariskan dari generasi ke generasi. Manusia berbudaya juga dapat diartikan sebagai manusia yang dalam kehidupannya berperilaku baik, bermoral, sopan dan santun terhadap sesama manusia atau mahluk ciptaan tuhan.
Manusia paripurna adalah manusia yang sempurna, seperti halnya Nabi Muhammad, yang diciptakan dengan sempurna.Allah telah menciptakan manusia dengan sempurna.Dan, tidak ada satu pun yang Allah ciptakan dengan sia-sia dan main-main. Ini sebagaimana Allah jelaskan dalam firman-Nya, ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS 95: 4). Dalam ayat lainnya Allah berfirman, ”Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS 23: 115).
Manusia sempurna dalam pandangan Confusius disebut dengan Chun Tzu adalah suatu karakter manusia yang memiliki sifat manusia sesungguhnya yang mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, baik etika individu maupun etika social sebagai suatu realitas yang bereksistensi dalam jiwa dan keperibadian manusia yang bercermin dalam perilaku social di masyarakat.Sedangkan “Manusia Sempurna”[1] menurut Muhammad Iqbal disebut “Insan Kamil”. Adalah suatu konsep hakikat manusia sebagai khalifatullah dibumi yang membawa misi ke-Ilahiyan melalui disiplin keilmuan yang akan membawa wajah dunia baru yang sangat menekankan konsep-konsep kemodernan dengan ilmu dan teknologi yang akhir-akhir ini meroket serta tanpa kehilangan jejak ketuhanan dalam khudi pribadinya. Dengan hal itu akan membawa manusia sebagai khalifatullah (Insan penaka Tuhan) di dunia yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kesempurnaan kita sebagai manusia harus disyukuri.Salah satu bentuk kesyukuran tersebut adalah kita beribadah kepada Allah dan menjalankan ajaran-Nya. Allah berfirman, ”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS 51: 56).
Beribadah dalam konteks ini tidak hanya beribadah sercara vertikal kepada Allah dan rasul-Nya.Melainkan, harus meliputi berbuat baik dengan sesama manusia. Hal ini sebagaimana Rasulullah sabdakan, ”Jauhilah apa-apa yang dilarang, niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah, terimalah apa-apa yang ditentukan Allah bagimu, niscaya engkau sekaya-kaya manusia, berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau seorang Mukmin, dan kasihilah manusia apa yang engkau kasihi buat dirimu, niscaya engkau seorang Muslim.” (HR Ahmad dari Abu Hurairah).
Hadis di atas menjelaskan langkah-langkah yang harus kita lakukan agar kita dapat mencapai manusia yang paripurna.Maksudnya, kita tidak hanya memiliki bentuk yang sebaik-baiknya sebagaimana Allah ciptakan, tapi kita pun memiliki keimanan dan saleh secara pribadi maupun sosial.
Karakteristik Manusia Berbudaya
Manusia berbudaya adalah manusia yang memiliki perilaku dan tingkah laku yang berakal budi yang di wariskan dari generasi ke generasi. Manusia berbudaya juga dapat diartikan sebagai manusia yang dalam kehidupannya berperilaku baik, bermoral, sopan dan santun terhadap sesama manusia atau mahluk ciptaan tuhan. Perilaku manusia berbudya adalah perilaku yang di jalankan sesuai dengan moral dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sesuai dengan perintah di setiap agama yang diyakini, dan sesuai dengan hukum Negara yang berlaku. Dalam berperilaku manusia yang berbudaya tidak menjalankan sikap-sikap atau tinndakan yang menyimpang dari peraturan-peraturan baik dari norma-norma yang ada di masyarakat ataupun hukum yang berlaku[2].
Amnesia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budi nya untuk emnciptakan kebahagiaan.karena yang membahagiiakan hidup manusia itu pada hakekatnya sesuatu yang baik, benar dan adil. Maka dapat dikatakan hanya manusia yang selalu berusaha mnciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang manusia berbudaya.
Seseorang itu di sebut berbudaya apabila perilakunya di tuntun oleh akal budinya sehingga mendatangkan kebahagiaan bagi diri dan lingkungannya serta tidak bertentangan dengan kehendak tuhan. Dengan ungkapan “manfaat bagi lingkungannya” hendaklah di tafsirkan paling tidak, tidak merugikan pihak lain.
Kebahagiaan memang hak smua orang, untuk memperolehnya ketika orang dapat menggunakan cara, gaya, akal dan melalui berbagai upaya agar sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, yang dimilikinnya. Namun, satu hal yang harus di ingat apapun cara dan jalannya yang di tempuh harus tidak boleh merusak atau melanggar seperti manusia-manusia pada umumnya serta melanggar batas-batas yang telah di terapkan tuhan.
Bukan hanya dalam memperoleh kebahagiaan, manusia yang mengaku dirinya sebagai mahluk berbudaya dalam menikmati kebahagiaan yang tidak dimiliki, harus memenuhi ketentuan-ketentuan di atas. Jelasnya dalam mendapatkan maupun dalam menikmati kebahagiaan, manusia yang ingin di sebut berbudaya selalu berusaha tidak mengurangi, apalagi meniadakan sama sekali kebahagiaan orang lain. Bahkan orang lain kalau mungkin dapat ikut serta dalam kebaghagiaan itu.[3]
Manusia paripurna adalah manusia yang sempurna, seperti halnya Nabi Muhammad, yang diciptakan dengan sempurna.Allah telah menciptakan manusia dengan sempurna.Dan, tidak ada satu pun yang Allah ciptakan dengan sia-sia dan main-main. Ini sebagaimana Allah jelaskan dalam firman-Nya, ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS 95: 4). Dalam ayat lainnya Allah berfirman, ”Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS 23: 115).
Sumber Gambar: www.republika.co.id
Manusia sempurna dalam pandangan Confusius disebut dengan Chun Tzu adalah suatu karakter manusia yang memiliki sifat manusia sesungguhnya yang mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, baik etika individu maupun etika social sebagai suatu realitas yang bereksistensi dalam jiwa dan keperibadian manusia yang bercermin dalam perilaku social di masyarakat.Sedangkan “Manusia Sempurna”[1] menurut Muhammad Iqbal disebut “Insan Kamil”. Adalah suatu konsep hakikat manusia sebagai khalifatullah dibumi yang membawa misi ke-Ilahiyan melalui disiplin keilmuan yang akan membawa wajah dunia baru yang sangat menekankan konsep-konsep kemodernan dengan ilmu dan teknologi yang akhir-akhir ini meroket serta tanpa kehilangan jejak ketuhanan dalam khudi pribadinya. Dengan hal itu akan membawa manusia sebagai khalifatullah (Insan penaka Tuhan) di dunia yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kesempurnaan kita sebagai manusia harus disyukuri.Salah satu bentuk kesyukuran tersebut adalah kita beribadah kepada Allah dan menjalankan ajaran-Nya. Allah berfirman, ”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS 51: 56).
Beribadah dalam konteks ini tidak hanya beribadah sercara vertikal kepada Allah dan rasul-Nya.Melainkan, harus meliputi berbuat baik dengan sesama manusia. Hal ini sebagaimana Rasulullah sabdakan, ”Jauhilah apa-apa yang dilarang, niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah, terimalah apa-apa yang ditentukan Allah bagimu, niscaya engkau sekaya-kaya manusia, berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau seorang Mukmin, dan kasihilah manusia apa yang engkau kasihi buat dirimu, niscaya engkau seorang Muslim.” (HR Ahmad dari Abu Hurairah).
Hadis di atas menjelaskan langkah-langkah yang harus kita lakukan agar kita dapat mencapai manusia yang paripurna.Maksudnya, kita tidak hanya memiliki bentuk yang sebaik-baiknya sebagaimana Allah ciptakan, tapi kita pun memiliki keimanan dan saleh secara pribadi maupun sosial.
Karakteristik Manusia Berbudaya
Manusia berbudaya adalah manusia yang memiliki perilaku dan tingkah laku yang berakal budi yang di wariskan dari generasi ke generasi. Manusia berbudaya juga dapat diartikan sebagai manusia yang dalam kehidupannya berperilaku baik, bermoral, sopan dan santun terhadap sesama manusia atau mahluk ciptaan tuhan. Perilaku manusia berbudya adalah perilaku yang di jalankan sesuai dengan moral dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sesuai dengan perintah di setiap agama yang diyakini, dan sesuai dengan hukum Negara yang berlaku. Dalam berperilaku manusia yang berbudaya tidak menjalankan sikap-sikap atau tinndakan yang menyimpang dari peraturan-peraturan baik dari norma-norma yang ada di masyarakat ataupun hukum yang berlaku[2].
Amnesia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budi nya untuk emnciptakan kebahagiaan.karena yang membahagiiakan hidup manusia itu pada hakekatnya sesuatu yang baik, benar dan adil. Maka dapat dikatakan hanya manusia yang selalu berusaha mnciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang manusia berbudaya.
Seseorang itu di sebut berbudaya apabila perilakunya di tuntun oleh akal budinya sehingga mendatangkan kebahagiaan bagi diri dan lingkungannya serta tidak bertentangan dengan kehendak tuhan. Dengan ungkapan “manfaat bagi lingkungannya” hendaklah di tafsirkan paling tidak, tidak merugikan pihak lain.
Kebahagiaan memang hak smua orang, untuk memperolehnya ketika orang dapat menggunakan cara, gaya, akal dan melalui berbagai upaya agar sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, yang dimilikinnya. Namun, satu hal yang harus di ingat apapun cara dan jalannya yang di tempuh harus tidak boleh merusak atau melanggar seperti manusia-manusia pada umumnya serta melanggar batas-batas yang telah di terapkan tuhan.
Bukan hanya dalam memperoleh kebahagiaan, manusia yang mengaku dirinya sebagai mahluk berbudaya dalam menikmati kebahagiaan yang tidak dimiliki, harus memenuhi ketentuan-ketentuan di atas. Jelasnya dalam mendapatkan maupun dalam menikmati kebahagiaan, manusia yang ingin di sebut berbudaya selalu berusaha tidak mengurangi, apalagi meniadakan sama sekali kebahagiaan orang lain. Bahkan orang lain kalau mungkin dapat ikut serta dalam kebaghagiaan itu.[3]
Baca Juga: Konsep dan Tahapan Manusia Paripurna
[1] Darus Riadi, Skripsi-Konsep
Manusia Sempurna Dalam Pandangan Confucius Dan Muhammad Iqbal, (Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga Jurusan Aqidah dan Filsafat), hal.61-62.
[2] http://united-akhied.blogspot.com/2013/02/konsep-manusia-berbudaya.html, diakses 06 April 2014 (23:47).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar