Syarat-Syarat Penyusunan Tes Obyektif
Dalam pembahasan ini dipilih tentang syarat penyusunan tes obyektif sebab tes obyektif adalah tes yang paling banyak di gunakan dalam dunia pendidikan. Selain itu, tes obyektif adalah tes yang dianggap rumit dalam penyusunannya disbanding dengan tes lain dan te ini juga yang paling sering digunakan dalam Ujian Nasional.
Secara umum syarat-syarat penyusunan tes objektif ,dapat dirangkum sebagai berikut:[1]
1. Tiap bentuk tes objektif harus di dahului dengan “petunjuk” bagaimana cara mengerjakan tiap soal dari tes yang bersangkutan.
2. Jumlah dan jenis hendaklah berdasarkan “tabel spesifikasi” atau kisi-kisi yang telah dibuat atau direncanakan sebelumnya.
3. Deskripsi masalah yang dikemukakan sebagai pernyataan (statement) harus jelas, terungkap dengan bahasa dan tata kalimat yang baik.
4. Sebisa mungkin menggunakan kalimat positif, dan jika menggunakan kalimat negatif, maka tulislah kata negative seperti: TIDAK, BUKAN, dan KECUALI dengan huruf besar.
5. Dalam mengungkapkan permasalahan, hindari penggunaan kata yang bersifat “tidak tentu” seperti: kebanyakan, pada umumnya, dan kadang-kadang, agak tidak menimbulkan tafsiran yang membingungkan atau bahkan bersifat subjektif bagi responden.
6. Dalam menyusun soal hendaknya tidak terdapat ungkapan atau susunan kalimat yang yang jelas memberikan petunjuk tentang jawaban.
7. Kata-kata atau ungkapan yang digunakan sebagai pilihan jawaban hendaknya homogen, dalam arti seimbang makana maupun susunan katanya.
8. Usakahan kunci jawaban tidak selalu terletak pada urutan yang sama, tetapi dikacau sedemikian rupa sehingga sulit bagi responden untuk menerkanya.
9. Distribusi jawaban hendaknya diusahakan agar merata dan seimbang jumlahnya.
10. Hindari alternatif jawaban yang tidak ada hubungannya permasalahan yang ditanyakan.
11. Hindari soal yang saling berhubungan satu dengan yang lain.
12. Usahakan agar soal dalam tes yang tersusun mencakup berbagai aspek penalaran seperti pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi.
13. Alternatif jawaban terutama untuk pilihan ganda sebaiknya disusun vertikal.
Dalam pembahasan ini dipilih tentang syarat penyusunan tes obyektif sebab tes obyektif adalah tes yang paling banyak di gunakan dalam dunia pendidikan. Selain itu, tes obyektif adalah tes yang dianggap rumit dalam penyusunannya disbanding dengan tes lain dan te ini juga yang paling sering digunakan dalam Ujian Nasional.
Secara umum syarat-syarat penyusunan tes objektif ,dapat dirangkum sebagai berikut:[1]
1. Tiap bentuk tes objektif harus di dahului dengan “petunjuk” bagaimana cara mengerjakan tiap soal dari tes yang bersangkutan.
2. Jumlah dan jenis hendaklah berdasarkan “tabel spesifikasi” atau kisi-kisi yang telah dibuat atau direncanakan sebelumnya.
Sumber Gambar: www.kaliakbar.com
3. Deskripsi masalah yang dikemukakan sebagai pernyataan (statement) harus jelas, terungkap dengan bahasa dan tata kalimat yang baik.
4. Sebisa mungkin menggunakan kalimat positif, dan jika menggunakan kalimat negatif, maka tulislah kata negative seperti: TIDAK, BUKAN, dan KECUALI dengan huruf besar.
5. Dalam mengungkapkan permasalahan, hindari penggunaan kata yang bersifat “tidak tentu” seperti: kebanyakan, pada umumnya, dan kadang-kadang, agak tidak menimbulkan tafsiran yang membingungkan atau bahkan bersifat subjektif bagi responden.
6. Dalam menyusun soal hendaknya tidak terdapat ungkapan atau susunan kalimat yang yang jelas memberikan petunjuk tentang jawaban.
7. Kata-kata atau ungkapan yang digunakan sebagai pilihan jawaban hendaknya homogen, dalam arti seimbang makana maupun susunan katanya.
8. Usakahan kunci jawaban tidak selalu terletak pada urutan yang sama, tetapi dikacau sedemikian rupa sehingga sulit bagi responden untuk menerkanya.
9. Distribusi jawaban hendaknya diusahakan agar merata dan seimbang jumlahnya.
10. Hindari alternatif jawaban yang tidak ada hubungannya permasalahan yang ditanyakan.
11. Hindari soal yang saling berhubungan satu dengan yang lain.
12. Usahakan agar soal dalam tes yang tersusun mencakup berbagai aspek penalaran seperti pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi.
13. Alternatif jawaban terutama untuk pilihan ganda sebaiknya disusun vertikal.
Langkah-Langkah Penyusunan Tes
Dalam menyusun tes perlu memperhatikan tipe hasil belajar atau tingkat kemampuan berpikir mana saja yang akan diukur atau dinilai. Untuk menentukan hal tersebut, penyusun tes dapat berpedoman kepada tujuan intruksional yang akan dinilai atau kepada tujuan evaluasi itu sendiri. Selain itu, dalam mengembangkan atau menyusun sebuah tes hasil belajar, supaya tes tersebut memiliki karakteristik tes yang baik, berikut langkah-langkah yang harus ditempuh:[2]
1. Menetapkan tujuan penilaian atau tujuan tes. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan penilaian harus sadar tujuan akan penilaian tersebut.
2. Menguraikan materi tes dan kompetensi. Dalam menguraikan isi tes harus menjaga agar tes yang ditulis itu tidak keluar lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur tetapi juga menjaga agar tidak ada bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes. Materi tes haruslah komprehensif dan berisi butir-butir yang relevan. Dalam hal ini yang perlu dilakukan antara lain:[3]
a. Penguraian materi berdasarkan bagian-bagiannnya, yakni penguraian disandarkan pada topic-topik dalam kurikulum atau bab-bab buku acuan pengajaran atau berdsarkan bahasan selama proses pembelajaran.
b. Pemberian bobot tes sesuai dengan kepentingannya. Semakin tinggi bobot bagian suatu materi semakin banyak ia harus dituangkan dalam bentuk itemdan semakin rendah nsuatu bobot maka semakin sedikit ia harus dituangkan dalam bentuk item.
3. Mengembangkan kisi-kisi. Kisi-kisi adalah matrik atau format yang memuat informasi yang dapat dijadikan pedoman oleh penulis soal untuk menulis soal menjadi tes. Dalam kisi-kisi terdapat 2 komponen utama, yaitu: [4]
a. Identitas, yakni mencakup aspek jenis sekolah atau jenjang sekolah, mata pelajaran, kurikulum yang diacu, tingkat kelas, alokasi waktu, dan jumlah soal.
b. Matriks, yakni mencakup komponen yang ingin di ungkap, indikator hasil belajar, tema/konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan, pokok materi soal, bentuk soal, dan nomor soal.
Adapun langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan memebrikan imbangan bobot untuk masing-masing bahasan.
b. Mengidentifikasi tingkatan ranah kognitif yang termuat dalam rumusan indikator dam memberikan imbangan bobot untuk masing-masing tingkatan ranah.
c. Memasukkan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke dalam table spesifikasi.
d. Memperinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang akan di capai.
4. Pemilihan bentuk tes. Pimilihan ini didasarkan pada beberapa faktor seperti: tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
5. Panjang tes. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jumlah soal yang akan diujikan dalam suatu ujian. Ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, keandalan yang diinginkan dan waktu yang tersedia. Analisis rasional adalah menganalisis kembali soal yang telah dirumuskan, ditimbang, baik oleh sendiri maupun orang lain dengan berpedoman pada kisi-kisi dan aturan penulisan soal.
Dalam menyusun tes perlu memperhatikan tipe hasil belajar atau tingkat kemampuan berpikir mana saja yang akan diukur atau dinilai. Untuk menentukan hal tersebut, penyusun tes dapat berpedoman kepada tujuan intruksional yang akan dinilai atau kepada tujuan evaluasi itu sendiri. Selain itu, dalam mengembangkan atau menyusun sebuah tes hasil belajar, supaya tes tersebut memiliki karakteristik tes yang baik, berikut langkah-langkah yang harus ditempuh:[2]
1. Menetapkan tujuan penilaian atau tujuan tes. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan penilaian harus sadar tujuan akan penilaian tersebut.
2. Menguraikan materi tes dan kompetensi. Dalam menguraikan isi tes harus menjaga agar tes yang ditulis itu tidak keluar lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur tetapi juga menjaga agar tidak ada bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes. Materi tes haruslah komprehensif dan berisi butir-butir yang relevan. Dalam hal ini yang perlu dilakukan antara lain:[3]
a. Penguraian materi berdasarkan bagian-bagiannnya, yakni penguraian disandarkan pada topic-topik dalam kurikulum atau bab-bab buku acuan pengajaran atau berdsarkan bahasan selama proses pembelajaran.
b. Pemberian bobot tes sesuai dengan kepentingannya. Semakin tinggi bobot bagian suatu materi semakin banyak ia harus dituangkan dalam bentuk itemdan semakin rendah nsuatu bobot maka semakin sedikit ia harus dituangkan dalam bentuk item.
3. Mengembangkan kisi-kisi. Kisi-kisi adalah matrik atau format yang memuat informasi yang dapat dijadikan pedoman oleh penulis soal untuk menulis soal menjadi tes. Dalam kisi-kisi terdapat 2 komponen utama, yaitu: [4]
a. Identitas, yakni mencakup aspek jenis sekolah atau jenjang sekolah, mata pelajaran, kurikulum yang diacu, tingkat kelas, alokasi waktu, dan jumlah soal.
b. Matriks, yakni mencakup komponen yang ingin di ungkap, indikator hasil belajar, tema/konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan, pokok materi soal, bentuk soal, dan nomor soal.
Adapun langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan memebrikan imbangan bobot untuk masing-masing bahasan.
b. Mengidentifikasi tingkatan ranah kognitif yang termuat dalam rumusan indikator dam memberikan imbangan bobot untuk masing-masing tingkatan ranah.
c. Memasukkan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke dalam table spesifikasi.
d. Memperinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang akan di capai.
4. Pemilihan bentuk tes. Pimilihan ini didasarkan pada beberapa faktor seperti: tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
5. Panjang tes. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jumlah soal yang akan diujikan dalam suatu ujian. Ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, keandalan yang diinginkan dan waktu yang tersedia. Analisis rasional adalah menganalisis kembali soal yang telah dirumuskan, ditimbang, baik oleh sendiri maupun orang lain dengan berpedoman pada kisi-kisi dan aturan penulisan soal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar