Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah umum bertujuan “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman siswa terhadap ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang bertakwa kepada Allah SWT.[1]“Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (Departemen Agama, 2004: 4). Adapan tujuan pendidikan agama Islam sangat mendukung pendidikan nasional sebagai mana telah diamanatkan oleh Pasal 3 Bab II Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional.
Depdiknas, dalam konteks tujuan pendidikan agama Islam, merumuskan bagai berikut:[2]
1. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
2. Mewujudkan peserta didik yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, displin, bertoleransi, menjaga keharmonisan serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Sumber Gambar: materikuliahdownload.blogspot.com
Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah dasar, yaitu[3]:
1. Agar anak didik atau murid dapat memahami ajaran Islam secara elementer dan bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup dan amalan perbuatan, baik dalam hubungan dirinya dengan Allah SWT, hubungan dengan dirinya dengan masyarakat, maupun hubungan dirinya dengan alam sekitar.
2. Membentuk pribadi yang berakhlak mulia, sesuai dengan ajaran agama Islam.
Pendidikan agama Islam disekolah umum digunakan sebagai proses penanaman keimanan dan seterusnya maupun sebagai materi bahan ajar di sekolah tingat umum, adapun maksud dan tujuannya dalam berbagai bidang yaitu[4]:
1. Pembangunan
Dalam bidang pembanguna PAI dalam pendidikan disekolah umum berfungsi untuk menumbuh kembangkan kemampuan yang ada pada diri anak melalui pembimbingan dan pengajaran di sekolah.
2. Penyaluran
Fungsi PAI dalam penyaluran adalah untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama, agar bakat tersebut dapat dikembangkan secara optimal.
Fungsi PAI dalam perbaikan adalah untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan- kelemahan peserta didik dalam keyakinan.
3. Pencegahan
Fungsi PAI dalam pencegahan adalah untuk menyangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangan menuju manusia indnesia seutuhnya.
4. Penyesuaian
Fungsi PAI sebagai penyesuaian adalah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
5. Sumber nilai
Fungsi PAI sebagai sumber nilai adalah memperbaiki pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum sangat bermanfaat untuk memperbaiki tingkah laku peserta didik pada era globalisasi ini karna PAI dapat mengajarkan pola tingkah laku yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Namun yang disayangkan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum waktu yang diberikan hanya sedikit sehingga masih banyak peserta didik yang belum paham mengenai Pendidikan agama itu sendiri, seharusnya dalam hal ini pemerintah lebih memberi kebijakan untuk dapat menambahkan jam pelajaran PAI dalam sekolah umum.
Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Pada masa Orde Baru sesudah Pemilihan Umum tahun 1971, kita memiliki MPR yang tetap. Melalui ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ditetapkan: “Diusahakan bertambahnya sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan agama yang dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas negeri”.[5] Hal yang sama disebutkan pula dalam TAP MPR No. IV/-MPR/-1978. Sebagaimana telah diutarakan pendidikan agama Islam diberikan di SR (Sekolah Rakyat) sejak tanggal 1 Januari 1947.
Jadi sejak tanggal 1 Januari 1947 itulah pelajaran agama, khususnya Islam diajarkan di SR Negeri. Dengan demikian pelajaran agama Islam tercantum ke dalam Rencana Pelajaran (kurikulum) 1947 untuk SR. Menteri PP & K (Mr. Soewandi) dengan surat putusannya tanggal 18 Maret 1947 No.235/A menetapkan Rencana Pelajaran untuk Sekolah Rakyat. Pelajaran agama disediakan dua jam pelajaran seminggu dimulai dari kelas IV.
Kemudian setelah pemberontakan G.30.S/PKI berhasil ditumpas, pemerintah dan masyarakat semakin menjadi sadar akan peranan pendidikan agama antara lain guna membendung bahaya laten ajaran komunisme. Maka dengan 1968 jumlah jam pelajaran agama di SLTP dan SLTA ditambah menjadi 4 jam pelajaran dalam 1 minggu, sedangkan di SD (sejak tahun 1964 SR diubah menjadi SD).
Pada tahun ajaran 1976 diberlakukan kurikulum 1975 untuk SD, SMP dan SMA dengan surat Keputusan Menteri P & K No.008/C/U/1975, No.008/D/U/1975 tanggal 17 Januari 1975. Jam pelajaran pendidikan agama untuk SD tetap seperti kurikulum 1968, sedangkan SLTP dan SLTA ditetapkan menjadi 2 jam pelajaran dalam satu minggu. Demikian pula dengan diterapkannya kurikulum 1984, kedudukan pendidikan agama, baik fungsi, peranan maupun jumlah jam pelajarannya berlangsung seperti yang sudah berjalan.
Setelah diterbitkannya UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai pengganti UU No.4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah, maka kedudukan pendidikan agama menjadi semakin kuat. Antara lain mengenai pendidikan agama disebutkan bahwa:
1. Penyelenggaraan pendidikan agama di dalam keluarga sebagai upaya untuk menumbuhkan dan memberikan keyakinan agama (pasal 10 ayat 4).
2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan selain wajib memuat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, juga memuat Pendidikan Agama (pasal 39 ayat 2). Demikian pula secara eksplisit Pendidikan Agama dimuat pula sebagai isi kurikulum dari bahan kajian minimal bagi Pendidikan Dasar (pasal 39 ayat 3). Selanjutnya pasal 38 ayat 2, dijelaskan tentang arti pendidikan agama, yakni merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Dari ketentuan-ketentuan di atas jelas bahwa pendidikan agama harus diberikan sebagai mata pelajaran di setiap sekolah, pada setiap jenis, jalur dan jenjang dimanapun sekolah itu berada sesuai dengan yang dianut peserta didik. Bahkan menurut undang-undang tersebut, kursus-kursus juga harus mendapatkan pendidikan agama.
Dalam melaksanakan kurikulum Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Menengah Umum menerapkan sistem catur wulan yang membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi tiga bagian waktu yang masing-masing disebut catur wulan (1 tahun = 3 catur wulan). Jumlah hari belajar dalam satu tahun ajaran adalah 240 hari, termasuk di dalamnya waktu bagi penyelenggaraan penilaian kegiatan, kemajuan dan hasil belajar siswa. Jumlah hari belajar efektif dalam satu tahun ajaran sekurang-kurangnya 204 hari.
Satu jam pelajaran lamanya 40 menit untuk SD, 40 menit untuk SLTP, dan 45 menit untuk SMU. Jumlah jam pelajaran per minggu:
1. SD kelas I dan II 30 jam pelajaran
2. SD kelas III 38 jam pelajaran
3. SD kelas IV 40 jam pelajaran
4. SD kelas V dan VI 42 jam pelajaran
5. SLTP 42 jam pelajaran
6. SMU 41 jam pelajaran
Jumlah jam pelajaran tersebut diselenggarakan secara klasikal, dan masing-masing dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan setiap mata pelajaran. Adapun alokasi waktu jam pendidikan agama untuk SD, SLTP, dan SMU masing-masing kelas 2 jam pelajaran, dengan memperhitungkan pada setiap akhir tahun ajaran dan akhir belajar di sekolah disediakan waktu 4-6 jam pelajaran untuk evaluasi pelajaran.[6]
Pada masa Orde Baru sesudah Pemilihan Umum tahun 1971, kita memiliki MPR yang tetap. Melalui ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ditetapkan: “Diusahakan bertambahnya sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan agama yang dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas negeri”.[5] Hal yang sama disebutkan pula dalam TAP MPR No. IV/-MPR/-1978. Sebagaimana telah diutarakan pendidikan agama Islam diberikan di SR (Sekolah Rakyat) sejak tanggal 1 Januari 1947.
Jadi sejak tanggal 1 Januari 1947 itulah pelajaran agama, khususnya Islam diajarkan di SR Negeri. Dengan demikian pelajaran agama Islam tercantum ke dalam Rencana Pelajaran (kurikulum) 1947 untuk SR. Menteri PP & K (Mr. Soewandi) dengan surat putusannya tanggal 18 Maret 1947 No.235/A menetapkan Rencana Pelajaran untuk Sekolah Rakyat. Pelajaran agama disediakan dua jam pelajaran seminggu dimulai dari kelas IV.
Kemudian setelah pemberontakan G.30.S/PKI berhasil ditumpas, pemerintah dan masyarakat semakin menjadi sadar akan peranan pendidikan agama antara lain guna membendung bahaya laten ajaran komunisme. Maka dengan 1968 jumlah jam pelajaran agama di SLTP dan SLTA ditambah menjadi 4 jam pelajaran dalam 1 minggu, sedangkan di SD (sejak tahun 1964 SR diubah menjadi SD).
Pada tahun ajaran 1976 diberlakukan kurikulum 1975 untuk SD, SMP dan SMA dengan surat Keputusan Menteri P & K No.008/C/U/1975, No.008/D/U/1975 tanggal 17 Januari 1975. Jam pelajaran pendidikan agama untuk SD tetap seperti kurikulum 1968, sedangkan SLTP dan SLTA ditetapkan menjadi 2 jam pelajaran dalam satu minggu. Demikian pula dengan diterapkannya kurikulum 1984, kedudukan pendidikan agama, baik fungsi, peranan maupun jumlah jam pelajarannya berlangsung seperti yang sudah berjalan.
Setelah diterbitkannya UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai pengganti UU No.4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah, maka kedudukan pendidikan agama menjadi semakin kuat. Antara lain mengenai pendidikan agama disebutkan bahwa:
1. Penyelenggaraan pendidikan agama di dalam keluarga sebagai upaya untuk menumbuhkan dan memberikan keyakinan agama (pasal 10 ayat 4).
2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan selain wajib memuat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, juga memuat Pendidikan Agama (pasal 39 ayat 2). Demikian pula secara eksplisit Pendidikan Agama dimuat pula sebagai isi kurikulum dari bahan kajian minimal bagi Pendidikan Dasar (pasal 39 ayat 3). Selanjutnya pasal 38 ayat 2, dijelaskan tentang arti pendidikan agama, yakni merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Dari ketentuan-ketentuan di atas jelas bahwa pendidikan agama harus diberikan sebagai mata pelajaran di setiap sekolah, pada setiap jenis, jalur dan jenjang dimanapun sekolah itu berada sesuai dengan yang dianut peserta didik. Bahkan menurut undang-undang tersebut, kursus-kursus juga harus mendapatkan pendidikan agama.
Dalam melaksanakan kurikulum Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Menengah Umum menerapkan sistem catur wulan yang membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi tiga bagian waktu yang masing-masing disebut catur wulan (1 tahun = 3 catur wulan). Jumlah hari belajar dalam satu tahun ajaran adalah 240 hari, termasuk di dalamnya waktu bagi penyelenggaraan penilaian kegiatan, kemajuan dan hasil belajar siswa. Jumlah hari belajar efektif dalam satu tahun ajaran sekurang-kurangnya 204 hari.
Satu jam pelajaran lamanya 40 menit untuk SD, 40 menit untuk SLTP, dan 45 menit untuk SMU. Jumlah jam pelajaran per minggu:
1. SD kelas I dan II 30 jam pelajaran
2. SD kelas III 38 jam pelajaran
3. SD kelas IV 40 jam pelajaran
4. SD kelas V dan VI 42 jam pelajaran
5. SLTP 42 jam pelajaran
6. SMU 41 jam pelajaran
Jumlah jam pelajaran tersebut diselenggarakan secara klasikal, dan masing-masing dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan setiap mata pelajaran. Adapun alokasi waktu jam pendidikan agama untuk SD, SLTP, dan SMU masing-masing kelas 2 jam pelajaran, dengan memperhitungkan pada setiap akhir tahun ajaran dan akhir belajar di sekolah disediakan waktu 4-6 jam pelajaran untuk evaluasi pelajaran.[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar