Cinta Kasih Berdasarkan Subyek dan Obyeknya - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Selasa, 22 Desember 2015

Cinta Kasih Berdasarkan Subyek dan Obyeknya

Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah berkata, “Mencintai apa yang dicintai oleh kekasih adalah kesempurnaan cinta kepada sang kekasih.”Dunia sekarang ini telah terbelenggu oleh materialisme dan tergoncang oleh hawa nafsu dan rasa individualism. Kehidupan ini terus menghadapi pertarungan dan ditindih beban materialistic yang penuh fitnah, kesewenang-wenangan, kebencian dan nafsu individualis. Pemahaman orang modern bahwa cinta adalah kebebasan tanpa ikatan serta pemenuhan hawa nafsu yang tanpa batas sehingga menyebabkan kehidupan itu tidak beraturan dan hanya terbelenggu oleh nafsu hewaniyah. Oleh karena itu manusia membutuhkan cinta yang Islami (mahabbah Islamiyyah) yang dapat mengantarkan pada kedaimaian, keamanan, dan keimanan serta persaudaraan yang suci. Dalam Islam cinta seseorang haruslah berlandaskan kepengikutan (ittiba’) dan ketaatan. Sebagaimana firman Allah QS. Ali Imran ayat 31

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: kantakanlah: “jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikultilah aku (Rasulullah) niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”

Sumber Gambar: www.mohlimo.com

Salah satu cinta yang diajarkan Rasulullah SAW. Diantaranya adalah, mencintai dan mengasihi sesama. Kecintaan ini, sebagaimana pernah dicontohkan Rasul. Beliau tidak pernah membedakan antara Muslim dan nonmuslim. Bahkan tidak dibenarkan jika kita tidak berbuat adil kepada suatu kaum misalnya, hanya karena benci kepada mereka.[1] Ajaran Islam tentang cinta harus ditumbuhkan bukan hanya sebatas sesame Muslim. Akan tetapi justru sesame manusia dan sesame makhluk. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari Rasulullah bersabda, “hakikat seorang Muslim adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya, sesamanya, serta tetangganya melebihi atau sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri”. Kecintaan yang terekspresikan akan menjadi amal saleh bagi pelakunya.[2] Oleh karena itu kecintaan maupun kabaikan walaupun masih tersirat dalam hati dan belum terlaksana tetap akan mendapat pahala di sisi Allah. Sebaliknya, kebencian yang tersimpan dalam lubuk hati di samping sebuah kewajaran, juga tidak dicatat sebagai keburukan hingga niatnya itu betul-betul dilakukan.

Dalam hal ini akan dijabarkan cinta kasih berdasarkan subyek dan obyeknya di antaranya yaitu:[3]

a. Cinta Kepada Allah

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

اًللّهُ نُوْرُ السّموَاتِ وَ الاَرْضِ ..... الاية | النور : 35

Artinya: Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi...

Allah adalah pemberi cahaya bagi langit dan bumi yakni pemberi cahaya langit dan bumi dengan matahari dan bulan.[4] Allah adalah pemberi cahaya bagi kehidupan makhluknya, Dia maha Besar, Maha Adil dan Maha Sejahtera. Barang siapa yang mencintai cahaya (petunjuk) dari-Nya dan kebenaran, keadilan dan kebaikan serta keselamatan dan kesejahteraan, berarti ia mencintai Allah karena Dia adalah Sang Maha Pemberi Cinta dan Menerima Cinta maksudnya Allah memberikan cinta kepada makhluknya dengan memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan, misalnya Allah mengkaruniai akal kepada manusia agar ia dapat menggunakannya untuk bertahan hidup dan Allah sang Maha menerima Cinta yakni, bahwa seseorang yang mencintai Allah maka Allahpun akan mencintainya bahkan lebih dari cintanya kepada Allah. Puncak cinta manusia yang bening, jernih dan paling suci adalah cintanya kepada Allah dan kerinduan kepada-Nya. Ibnul Qoyyum Jauziyah dalam kitab Madarijus Sholihin juz I halaman 99 mengatakan:

“Pokok ibadah adalah cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan cinta hanya kepadaNya, tidak mencintai yang lain bersamanya. Ia mencintai sesuatu hanya karena Allah dan jalan Allah.”

“Hakikat seorang Muslim adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya, sesamanya, serta tetangganya, melebihi atau sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri” (HR. Imam Bukhori). Allah juga mengancam orang-orang yang menyibukkan diri mencintai sesuatu daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dijelaskan dalam firmanNya surat At-Taubah ayat 24 yang artinya “Katakanlah: jika ayah-ayahmu, anak-anamu, saudara-saudaramu laki-laki, istri-istrimu dan keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perdagangan yang kamu khawatirkan tidak laku, tempat tinggal yang kamu sukai itu semua lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah datangdengan perintah-Nya (adzab-Nya)”.

Cinta yang ikhlas kepada Allah akan mendorong seseorang untuk mencintai sesama makhluk. Sebab semua yang wujud di sekelilingnya adalah manifestasi-Nya yang membangkitkan kerinduan spiritual dan cinta-Nya kepada Allah.

b. Cinta Kepada Rasulullah SAW

Cinta kepada Rasulullah dalam Islam menduduki peringkat kedua setelah cinta keada Allah, karena Rasulullah adalah tauladan yang baik yang sempurna bagi seluruh umat manusia baik dalam akhlak, moral maupun sifat luhur lainnnya. Beliau juga yang telah memperjuangkan nilai-nilai luhur sehingga aqidah murni dapat eksis di atas muka bumi ini dan telah membimbing makhluk menuju jalan yang diridlo’i Allah.

وَ اِنّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ | القلم: 24

Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Cinta kepada Rasulullah diwujudkan dengan selalu mengikuti ajaran-ajarannya dan ajaran-ajarannya dan menjadikannya sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Karena Beliau adalah junjungan, kekasih dan penolong kita. Dan Beliau adalah manusia pilihan yang diutus kepada semua umat manusia sebagai rahmat untuk mereka.

c. Cinta Kasih Orang Tua

Anak adalah buah dari cinta kasih dari suami istri dalam sebuah rumah tangga. Status suami dan istri adalah rahmat Allah, yang mulia dan penuh makna sebagai wujud dari rasa kasih sayang, perasaan ketertarikan,serta keterikatan batin dan hati antara satu dengan yang lainnya. Sehingga ikatan yang kuat antara ayah ibu sebagai orang tua dengan anak-anaknya merupakan bentuk hubungan antar manusia yang paling teguh dan mulia, sebagai upaya menjaga kelangsungan hidup dan memantapkan eksistensi manusia.

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ | الروم :21

Artinya : ”Dan diantara tanda-tanda kekuasaanya adalah menciptakan untukmu isteri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang”.( QS Ar-Rum 21)

Sebagian mufassir berpendapat bahwa mawaddah ( cinta ) dan rahmat adalah anak yang memperkuat hubungan antara suami istri sehingga lebih damai dan tentram.Ikatan keluarga dalam Islam merupakan permulaan kelompok sosia. Dimana didalamnya tumbuh cinta kasih yang takkan pernah padam. Dan untuk itulah Allahbukannya mewajibkan untuk menjaga kepentingan anak, tetapi seorang anak diperintahkan untuk menjaga kepentingan orang tua.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ | لقمان/14

Artinya :“Dan kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keaadaan payah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”.( QS Lukman: 14 )

Karena itulah cinta kasih anak dan kedua orang tua adalah sifat yang ditanamkan Allah kepada keduanya. Dan mempunyai makna bahwa hubungan famili dan perasaan kasih sayang adalah amat mulia dalam kehidupan seorang manusia diatas dunia.

d. Cinta Diri

Al-Qur’an mengungkapkan tentang cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri dalam bentuk kecenderungan untuk menuntut segala sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya sendiri, dan menghindari dari perkara yang membahayakan keselamatan dirinya.Firman Allah :

وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ | الأعراف/188

Artinya:”Dan sekiranya aku mengetahui yang ghoib, tentunya aku akan memperbanyak kebaikan bagi diriku sendiri dan aku tidak akan ditimpa suatu kemudharatan..”.( QS Al A’raf 188 )

Diantara gejalanya lagi adalah kecintaan terhadap harta untuk kesenangan dankemewahan hidupnya.

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ | العاديات/8

Artinya : ”Dan sesungguhnya dia amat mencintai kepada harta.”.( QS Al-Adiyat 8 )

Gejala lain tentang kecintaan manusia adalah keegoisan dirinya, seperti yang terdapat dalam ayat-ayat berikut ini :

لَا يَسْأَمُ الْإِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ | فصلت/49

Artinya :”Manusia tidak jemu-jemunya mohon kebaikan, tetapi jika mereka ditimpa mala petaka, dia menjadi putus asa lagai putus harapan”.( QS Fusshilat 49 )

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا | المعارج/19

Artinya: ”Sesungguhnya mnusia diciptakan bersifat keluh keasah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”.(QS Al Ma’arij: 19)

Namun cinta pada diri sendiri hendaknya tidak berlebihan, dan harus diimbangi dengan cinta pada sesama dan berbuat kebajikan kepada mereka.

e. Cinta Kepada Sesama Manusia

Supaya hidup manusia itu penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, maka ia harus membatasi dirinya dalam mencintai dirinya dan juga egoismenya. Dan harus menyeimbangkan dirinya dengan mencintai dan menyayangi sesama manusia. Hal ini diisyarahkan oleh allah dalam terusannya ayat-ayat alquran diatas, dengan cara memberikan zakat, bersedekah kepada faqir miskin dan para peminta-minta dan juga bertakwa kepada-Nya. Dengan demikian ia bisa menyeimbangkan antara cinta kepada dirinya sendiri dan cintanya pada orang lain dan bisa merealisasikan kebaikan individu dan masyarakat.

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25) وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (26) وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (27) | المعارج/19-27

Artinya : “Sesungguhnya manusia itu diciptakan Allah bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa kesusahan ia ia berkeluh kesah, tetapi apabila mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu untuk orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak maminta-minta, dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan takut kepada adzabnya”. (QS al Maarij 18-27 ).

f. Cinta Seksual

Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab dengannya bisa lestari sebuah hubungan suami istri dan bisa langgeng sebuah kasih sayang.

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ | الروم :21

Artinya : ”Dan diantara tanda-tanda kekuasaanya adalah menciptakan untukmu isteri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang”.( QS Ar-Rum 21

Dorongan seksual juga yang mendorong terbentuknya sebuah keluarga. Dan dari keluarga terbentuk masyarakat dan bangsa. Dan islam menyerukan pengendalian dan penguasaan cinta ini lewat pemenuhan dorongan tersebut dengan cara yang sah yaitu perkawinan.Dengan demikian bumipun menjadi ramai,bangsa-bangasa saling mengenal,kebudayan berkembang,dan ilmu pengetahuan dan industri menjadi maju.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا... | الحجرات/13 Artinya : “Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu darai seseorang laki-laki dan seorang permpuan,dan menjadikan kamu berbangsa –bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal .....”( QS al Hujurat 13 )


[1] QS. Al-Maidah: 8
[2] http://mambaulhikaminduk.blogspot.com/2012/03/manusia-dan-cinta.html diaksespada 13 April 2014
[3] http://miftahryan.blogspot.com/2013/01/manusia-dan-cinta-kasih-keindahan.html diakses pada 13 April 2014
[4] Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010), hal. 242.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar