Pengelolaan Pendidikan Agama Islam - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Kamis, 17 Desember 2015

Pengelolaan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam bermasyarakat untuk mmewujudkan persatuan nasional.

Sesuai dengan penjelasan pasal 39 ayat (2) UUSPN tahun 1989, Pendidikan Agama Islam dimaksudkan sebagai usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang diamalkan peserta didik yang bersangkutan.

Dalam menghadapi era globalisasi pendidikan memiliki tugas yang tidak ringan, disamping mempersiapkan peserta didik untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) diharapkan juga mampu meningkatkan iman dan ketaqwaan (IMTAQ) terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Peningkatan keimanan dan ketaqwaan dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu sebagaimana dalam UU. No.2 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam rangka memperkuat keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan agama dinyatakan sebagai kurikulum wajib pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.[1]

Sumber Gambar: blog.umy.ac.id

Komponen pokok (ruang lingkup Raw Input-Output) dalam pelaksanaan pendidikan agama dapat dicatat antara lain:[2]

1. Raw Input: deskripsi, histori, sosial politik, famili, yuridiksi.

2. Instrumental input: kurikulum, buku pelajaran, alat peraga, metode, kualitas guru, saran pendidikan.

3. Lingkungan: masyarakat, keluarga, sekolah, keadaan sosial politik, adat istiadat, kehidupan beragama dan lain-lain.

4. Pendidikan agama Islam: pelaksanaannya, hambatan, faktor pendorong, target, pencapaian tujuan.

5. Output/hasil: mutu, pemerataan(jumlah/penyebaran) dan peranan.

Kriteria keberhasilan dalam pelaksanaan pendidkan agama Islam antara lain dapat dicatat:[3]

1. Pendidikan agama dapat terlaksana pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan (jalur sekolah dan luar sekolah)

2. Kurikulum pendidikan agama dapat dimiliki, dipahamai, dan dilaksanakan di semua sekolah.

3. Guru agama disediakan mencukupi keperluan serta memahami wawasan kependidikan dan kemampuan profesional.

4. Sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pendidikan agama disediakan di sekolah secara merata.

5. Petugas supervisi pendidikan agama (pengawas agama) memiliki wawasan dan kemampuan profesional dalam tugasnya membina dan mengrahkan guru agama.

6. Terbina kerjasama secara harmonis, baik vertikal, horisontal, maupun diagonal baik intern maupun ekstern Departemen Agama RI secara berdaya guna dan berhasil guna.

Dari aspek siswa (Output) dari lulusan dapat dicatat indikator sebagai berikut:[4]

1. Siswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agamanya.
2. Siswa meyakini ajaran agamanya.
3. Siwa bergairah ibadah.
4. Siswa mampu membaca Al-Qur’an dan berusaha untuk memahaminya.
5. Siswa berbudi pekerti luhur.
6. Siswa giat bekerja, rajin belajar, dan beramal shaleh.
7. Siswa mampu menciptakan suasana yang harmonis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, ada dua kegiatan guru yang sangat erat kaitannya dan hanya dapat dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan, yaitu kegiatan pengajaran dan kegiatan pengelolaan kelas.

Kegiatan pengajaran mencakup segala jenis kegiatan yang dengan sengaja kita lakukan, yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan khusus pengajaran. Sedang kegiatan pengelolaan kelas adalah berbagai jenis kegiatan yang sengaja dilakukan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi bagi terjadinya kegiatan belajar mengajar yang efektif. Yang merupakan upaya dalam menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga siswa senang belajar dan tertarik untuk belajar.

Perbuatan guru seperti mendengarkan penuh perhatian terhadap apa yang dikatakan dan dibaca siswa, mereaksi ssecara konstruktif terhadap sikap dan perasaan siswa, memberi petunjuk kepada siswa yang sedang mempelajari sesuatu dengan ramah dan sabar, menyatakan perasaan yang positif secara tulus, menyenangkan dan optimis mendorong siswa untuk mengambil sebagian tanggungjawab dalam kalas serta mengatur ruang dan perlangkapan pelajaran secara baik, merupakan contoh kegiatan pengelolaan kelas. Guru wajib menciptakan suasana belajar yang menguntungkan bagi siswa, sehingga mereka dapat menikmatinya. Situasi semacam ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif. Jika kondisi sudah diciptakan, guru dituntut untuk tetap memelihara dan memanfaatkannya.

Sementara itu dapat dikatakan disini, bahwa pandangan yang menyatakan mengajar adalah menanpaikan atau meneruskan pengetahuan sudah banyak ditinggalkan orang, karena tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu pengetahuan memang menuntut perubahan cara mengajar guru. Guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar, dengan memberikan semua informasi dan konsep yang diperlukan, tetapi ia harus membimbing siswa untuk menemukan informasi, mengembangkan konsep dan mengolah perolehannya. Guru harus memberikan dorongan agar siswa mencari informasi sebanyak-banyaknya dengan belajar sendiri atau secara kelompok, melatih berpikir positif dan mengupayakan berbagai kemungkinan jawaban terhadap masalah melalui berbagai percobaan dan praktek langsung.

Para ahli pendidikan dewasa ini lebih menekankan pada pandangan bahwa mengajar adalah upaya guru dalam membimbing cara belajar siswa untuk mendapatkan, mengelola, menggunakan dan mengkomunikasikan perolehan (hasil belajar). Dan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, harus dilaksanakan dengan lebih banyak mengacu kepada bagaimana siswa belajar, selain kepada apa yang ia pelajari. Pendekatan proses belajar-mengajar yang menekankan ketrampilan siswa untuk mampu mengolah perolehannya disebut pendekatan ketrampilan proses.[5] Sehingga berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam usaha membimbing anak didik dan mengelola kelas, sebagai seorang guru harus dapat menciptakan, memanage, dan mempertahankan kondisi belajar mengajar yang efektif dan inovatif agar anak didik dapat menerima materi yang diberikan dan juga termotivasi untuk lebih mendalami materi atau informasi melalui media belajar lainnya.


[1] Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan,(Jakarta: PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hal.31-32
[2] Ibid., hal. 32
[3] Ibid.. hal. 34
[4] Ibid., hal. 32
[5] Ibid., hal. 49-50

1 komentar: