Abu Mansyur Al-Hallaj dan Pemikirannya - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Minggu, 10 Januari 2016

Abu Mansyur Al-Hallaj dan Pemikirannya

Dalam menulis dan menguraikan pertumbuhan tasawuf dalam abad ke-3 dan 4 ini, tidak dikesampingkan riwayat kehidupan seorang Shufi yang luar biasa , yang boleh dikatakan menjadi puncak perkembangan kaum shufi pada zaman itu yaitu al hallaj. Dalam pandangan hiup serta pandangan tasawufnya , semua telah menggegerkan dunia fiqih karena ajarannya dipandang oleh ulama-ulama merusak kepada pokok kepercayaan Islam. Riwayat al Hallaj pada hakikatnya adalah riwayat perjuangan yang hebat diantara Ulama Fiqh dengan ulama tasawuf atau boleh dikatakan juga pertentangan di antara ulama ahli lahir dan ulama ahli batin.

Sumber Gambar: mozaiksufi.blogspot.com

Ulama yang terkenal mementingkan hukum-hukum lahir lebih banyak putaran fikirannya pada otak. Sedangkan ulama batin pendapatnya hanya berdasar pada pengalaman batin dan kehalusan perasaan yang tidak dapat diterima oleh otak. Itulah sebabnya , ahli kebatinan kerap dituduh sesat karena melenceng dari al Qur’an dan Hadist. Ulama –ulama yang mementingkan kebatinan itu berpikir lebih luas dan bebas. Kadang-kadang mereka tidak mau terikat oleh mazhab yang dipilih kaum Fiqhi, yaitu mazhab Hanafi, Syafi’i, Hambali dan Maliki. Ulama-ulama Fiqhi itu telah dicap oleh ulam kebatinan dengan gelar “Ahlu Zhawahir” (Ahli Kulit) dan “Arbabu’l Rusum” (hanya membaca yang tersurat).[1]

Beberapa pendirian kaum Shufi mendapat bantahan dari kaum Fuqaha, yaitu:

1. Niat lebih didahulukan dari amal
2. Unnat lebih dipentingkan dari fardhu
3. Tha’at lebih utama dari ibadah
4. Kaum Fiqhi beramal menurut ukuran yg ditentukan oleh hadist.

Kaum fiqhi lebih cepat diterima oleh orang umum. Kerajaan yang memerintah pada saat itu lebih menerima usul dari kaum Fiqhi untuk menjaga kedudukan khalifah-khalifah dihadapan rakyat. Di zaman itu tidak ada kebebasan menganut islam. [2]

Demikian kedudukan Al hallaj pada zamannya.
Riwayat Hidup Al-Hallaj

Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin muhammad Al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada tahun 244 H/855 M. Ia tumbuh dewasa di kota wasith, dekat Baghdad. Pada usia 16 tahun, ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin ‘Abdullah At-Tusturi di Ahwaz. Dua tahun kemudian, ia pergi ke Basrah dan berguru pada ‘Amr Al-Makki yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia masuk ke kota baghdad dan belajar kepada Al-Junaid. Setelah itu, ia pegi mengembara dari satu negeri ke negeri lain, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf. Ia diberi gelar Al-Hallaj karena penghidupannya yang diperoleh dari memintal wol.[3]

Dalam semua perjalanan dan penggambarannya ke berbagai kawasan islam seperti Khurasan , Ahwaz,India, Turkistan dan Mekah, Al-Hallaj banyak memperoleh pengikut. Ia Kemudian kembali ke Bagdad pada tahun 296 H/909 M. Di Baghdad, Pengikutnya semakin bertambah banyak karena kecaman-kecamannya terhadap kebrobrokan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu. Secara kebetulan , ia bersahabat dengan kepala rumahb tangga istana, Nashr Al-Qusyairi, yang mengingatkan system tata usaha yang baik, pemerintahan yang bersih.

Al-Hallaj selalu mendorong sahabatanya melakukan perbaikan dalam pemerintahan dan selalu melontarkan kritik terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi. Gagasan”pemerintahan yang bersih” dari Nashr Al-Qusyairi dan Al-Hallaj ini jelas berbahaya karena khalifah boleh dikatakan tidak memiliki kekuasaan yang nyata dan hanya merupakan lambing saja. Pada waktu yang sama , aliran-aliran keagamaan dan tasawuf tumbuh dengan subur, Pemerintah sangat khawatir tewrhadap kecaman-kecaman yang sangat keras dan pengaruh sufi kedalam struktur politik. Oleh karena itu ,ucapan Al-Hallaj “ana al haqq”, yang konon tidak bisa dimaafkan para ulama fiqh dan dianggap sebagai ucapan kemurtadan dijadikan alas an untuk menangkap dan memenjarakannya, Setahun kemuadian , ia dapat meloloskan diri dari penjara berkat pertolongan sopir penjara, tetapi empat tahun kemudian, ia tertangklap lagi di kota Sus.

Setelah dipenjara delapan tahun, Al-Hallaj dihukum gantung, Sebelum digantung, ia dicambuk seribu kali tanpa mengaduh kesakitan, lalu dipenggal kepalanya. Akan tetapi, sebelum dipancung, ia meminta waktu untuk melaksanakan shalat dua rakaat. Setelah selesai shalat, kaki dan tangannya dipotong, badanya digulung dalam tikar bambu lalu dibakar dan abunya dibuang ke sungai, sedangkan kepalanya dibawa ke Khurasan untuk dipertontonkan . Al-Hallaj wafat pada tahun 922 M.

Kematian tragis Al-Hallaj yang tampak seperti dongeng tidak membuat gentar para penbgikutnya. Ajarannya masih tetap berkembang. Terbukti setelah satu abad dari kematiannya. Di Irak ada 4.000 orang yang menamakan diri Hallajiyah. Di sisi lain. Pengaruhnya sangat besar terhadap para pengilkutnya. Ia dianggap mempunyai hubungan dengan gerakan Qaramitah.[4]

Karya-karya al-Hallaj

Selama di penjara, al-Hallaj banyak menulis hingga mencapai 48 buah buku. Judul-judul kitabnya itu tampak asing dan isinya juga banyak yang aneh dan sulit dipahami. Kitab-kitab itu antara lain :[5]

1. Kitab al-Shaihur fi Naqshid Duhur
2. Kitab al-Abad wa al-Mabud
3. Kitab Kaifa Kana wa Kaifa Yakun
4. Kitab Huwa Huwa
5. Kitab Sirru al-Alam wa al-Tauhid
6. Kitab al-Thawasin al-Azal
7. dan lain-lain.

Kitab-kitab itu hanya tinggal catatan, karena ketika hukuman dilaksanakan, kitab-kitab itu juga ikut dimusnahkan, kecuali sebuah yang disimpan pendukungnya yaitu Ibnu 'Atha dengan judul Al-Thawasin al-Azal. Dari kitab-kitab ini dan sumber-sumber muridnya dapat diketahui tentang ajaran-ajaran al-Hallaj dalam tasawuf.


[1] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: yayasan nur islam), hal.109.
[2] Ibid., hal 109-111.
[3] Rosihun Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), hal. 269-270.
[4] Ibid., hal 270.
[5] Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan Para Sufi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 111.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar