Ajaran Tasawuf Al-Hallaj - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Minggu, 10 Januari 2016

Ajaran Tasawuf Al-Hallaj

Di antara ajaran tasawuf Al-Hallaj yang paling dikenal adalah al-hullul dan wahdat asy-syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdat al wujud (kesatuan wujud) yang dikembangkan Ibnu Arabi. Al-Hallaj memang pernah mengaku bersatu dengan tuhan (hulul). Kata al-hulul, berdasarkan pengertian bahasa berarti menempati suatu tempat. Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, al-hulul berarti paham yang mengatakan bahwa tuhan yang memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.

Sumber Gambar: ahlulbaitrasulullah.blogspot.com

Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat sifat-sifat ketuhanan. Ia menkwilkan ayat :
Artinya :

“Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada malaikat, ‘sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka merekapun sujus, kecuali iblis.Ia menolak dan menyombongkan diri,dan ia termasuk golongan yang kafir.[1] (Q.S.Al-Baqarah(2);34

Pada ayat diatas, Allah SWT. Memberi perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanya Allah SWT. Al-Hallaj memahami bahwa diri adam sebenarnya ada unsure ktuhanan. Ia berpendapat demikian karena sebelum menjadi mahluk, Tuhan melihat Dzat-Nya dan Ia pun cinta kepada Dzat-Nya, Cinta yang tidak dapat disifatkan, Dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia mengeluarkan sesuatui dari tiada dalam bentuk copy diri-Nya yang mempunyai segala sifat dan nama. Bentuk copy ini adalah Adam. Pada diri Adam-lah, Allah SWT.muncul.

Teori di atas tampak dalam syairnya:

 “Mahasuci Dzat yang kemanusian-Nya membuka rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang.[2]

Kemudian kelihatan bagi mahluk-Nya dengannyata.

Dalam bentuk manusia yang makan dan minum.”

Melalui syair di atas, Tampaknya Al-Hallaj memperlihatkan bahwa Tuhan mempunyai dua sifat dasar, sifat ketuhanan-Nya (lahut) dan sifat kemanusian(nasut).Jika nasut Allah SWT.mengandung tabiat seperti manusia yang terdiri atas roh dan jazad, lahud tidak dapat bersatu dengan manusia, kecuali dengan cara menempati tubuh setelah sifat kemanusiannya hilang, seperti yang terjadi paada Isa.

Oleh karna itu, Al-Hallaj mengatakan dalam syairnya:

Artinya:

“Jiwamu disatukan dengan jiwaku sebagaimana anggur disatukan dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkau adalah aku.

Aku adalah Ia yang kucintai dan yang kucintai adalah aku, kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh.

Jika engkau lihat aku,engkau lihat Ia, dan jika engkau lihat kami.

Berdasarkan syair tersebut,dapat dipahami bahwa persatuan antara Tuhan dan manusia dapat terjadi dengan mengambil bentuk hulul. Agar bersatu, manusia harus menghilangkan sifat-sifat kemanusiannya. Setelah sifat-sifat kemanusiannya hilang dan hanya tinggal sifat ketuhanan yang ada dalam dirimnya, disitulah Tuhan dapat tempat dalam dirinya , dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia.

Menurut Al-Hallaj, pada hulul terkandung kefanaan total kehendak manusia dalam kehendak Ilahi sehingga setiap kehendaknya adalah kehendak uhan. Demikian juga tindakannya .Pada pihak lain, Al-Hallaj mengatakan,

“ Barang siapa mengira bahwa ketuhana berpadu jadi satu dengan kemanusiaan ataupun kemanusiaan berpadu dengan ketuhanan, kafirlah ia, sebab,Allah SWT.mandiri dalam Dzat maupun sifat-Nya dari Dzat dan sifat mahluk. Ia tidak sekali-kali menyerupai mahluk-Nya dan mereka pun tidak sekali-kali menyerupai-Nya.”

Dengan demikian, Al-Hallaj sebenarnyatidak mengakui dirinya Tuhan dan tidak sama dengan Tuhan, seperti terlihat dalam syairnya:

Artinya: “Aku adalah rahasia yang mahabenar dan bukanlah yang mahabesar itu akau, aku hanya satu dari yang maha benar itu maka bedakanlah antara kami.” 


Baca Juga: Konsep Al-Hulul dan Konsep Wahdat Al-Wujud

[1] Rosihun Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), hal. 271-274.
[2] Ibid., hal. 275.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar