Konsep Al-Hulul dan Konsep Wahdat Al-Wujud - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Minggu, 10 Januari 2016

Konsep Al-Hulul dan Konsep Wahdat Al-Wujud

Konsep Al-Hulul
 
Secara etimologi, hulul adalah bentuk masdar dari kata : halla-yahullu yang berarati menjelma, merintis, menepati atau menyusup, sedangmenurut terminology hulul berarti menjelma atau menyusupnya kedalam paham.
Hulul mempunyai dua bentuk yaitu :

1. al-hulul al- jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat yang lain ( tanpa persatuan ) seperti air mengambil tempat didalam bejana.

2. al-hulul al-saroyani yakni persatuan dua esensi ( yang satu mengalir didalam yang lain ) sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat air yang mengalir didalam bunga, bentuk terakhir inilah al-Hulul yang dikemukaan oleh al-Hallaj.

Sumber Gambar: puffin.creighton.edu

Hulul menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma ialah faham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan, bilamana seorang insane telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan , akan naiklah tingkat hidupnya dari suatu maqom yang lain seperti tingkat seorang muslim, ke mu’min, sholihin dan akhirnya ke miqorobin, dan diatas tingkat muqorobin inilah seseorang dapat tiba dipuncak kebahagiaan, karena ia mampu bersatu dengan Tuhannya, dengan kata lain tidak ada lagi penghalang yang memisahkan atau membedakannya, apabila ketuhanannya telah menjelma dalam diri manusia, maka tidak ada lagi kehendaknya yang berlaku melainkan kehendak Allah, Allah telah meliputi dirinya sebagaimana yang telah meliputi ISA anak MARYAM, maka apa yang dikehendakinya akan terjadi.

Lebih jauh lagi al-Hallaj berpendapat Allah mempunyai dua sifat dasar yaitu sifat ketuhanan ( lahut ) dan sifat kemanusiaan ( nasut ), demikian pula manusia sifat dasar yang dimiliki oleh Tuhan, dengan demikian persatuan antara Tuhan denga manusia dapat terjadi.

Dengan kata lain menurut al-Hallaj : proses pertama kali lahirnya teori hulul ini adalah berangkat dari anggapan al-Hallaj bahwa Tuhan melihat dirinya sendiri didalam kesendiriNya, ketika itu terjadi dialog Tuhan dengan diriNya tanpa kata, tanpa huruf, tanpa suara, dikala Tuhan melihat diriNya itu, Ia pun merasa kagum sendiri dan merasa cinta kepada Dzat-Nya, cinta Tuhan pada diriNya ini menjadi sebab wujudnya mahluk, Tuhan pun mengeluarkan bentuk dirinya dari sesuatu yang tidak ada, bentuk ( copy ) Tuhan itu mempunyai sifat-sifat sebagai diriNya sendiri, inilah Adam, Adam dimulnyakan Tuhan, Tuhan cinta kepadanya , justru itu : kadang-kadang Tuhan muncul dalam diri Adam, dan sebaliknya manusiapun mempunyai sifat ketuhanan didalam dirinya sehingga terjadilah hulul.

Teori bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan, didasarkan oleh al-Hallaj pada surat al-Baqoroh : 34 : yang artinya “ dan ingatlah ketika Kami berfirman pada para malaikat sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka akan tetapi iblis tidak, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir “

Menurut tafsiran al-Hallaj : perintah Tuhan kepada malaikat supaya sujud kepada Adam itu karena pada diri Adam, Allah menjelmakan diriNya, proses tersebut menurut al-Hallaj bukan kehendak adam atau manusia tetapi kehendak Tuhan, dasar inilah para malaikat diperintahkan syjud pada Adam.

Sebagian sufi mendefinisikan hulul sebagai betempatnya ruh Tuhan dalam diri manusia sehingga keduanya lebur menjadi satu. Ini mirip dengan ittihad. Bedanya-jika kita menggunakan kerangka Ibn Taymiyah hulul adalah jenis fana’ al wujud, sedang ittihad adalah fana’ al-shuhud. Sepertinya Ibn Taymiyyah menolak konsep hulul karena terdapat di dalamnya asumsi-asumsi dasar yang tidak logis. Pertama, sesuatu dapat bercampur dengan sesuatu yang lain jika antara keduanya ada kesamaan unsur. Antara Tuhan dan manusia ada unsur yang sangat berbeda. Kedua, hulul tidak membedakan dengan jelas antara sifat-sifat Tuhan sebagai pencipta dengan sifat-sifat manusia sebagai yang diciptakan.[1]

Dapat ditarik kesimpulan bahwa hulul yang terjadi pada Al-Hallaj tidakl;ah real karena member pengertian secara jelas adanya perbedaan antara hamba dan Tuhan.

Dengan demikian, hulul yang terjadi hanya kesadaran psikis yang berlangsung pada kondisi fana, atau menurut ungkapannya, sekadar terlebarnya nasut dalam lahut, atau dapat dikatakan antara keduanya tetap ada perbedaan, seperti dalam syairnya, air tidak adapat menjadi anggur meskipun keduanya telah bercampur.

Konsep Wahdat Al-Wujud

Wahdat al-wujud memandang bahwa dalam wujud hanya ada satu realitas. Karenanya, paham ini sering disejajarkan dengan pantheisme atau monism. Bagi Ibn Taymiyyah, paham ini jelas sesat bahkan lebih sesat dari agama Nasrani dan Yahudi . Ajarannya yang mengidentikkan manusia dengan Tuhan bertentangan dengan ajaran Islam yang paling mendasar. Orang yahudi hanya mengatakan bahwa Tuhan bersatu dengan hamba-Nya yang terpilih sedangkan orang Nasrani hanya mengatakan bahwa Tuhan bersatu dengan Yesus. Penganut paham ini mengatakan bahwa Tuhan bersatu dengan semua wujud termasuk dengan hal-hal yang berlawanan dengan kesucian dan keagungan Tuhan.

Paham ini sesungguhnya merupakan perluasan dari paham khulul. Oleh Ibn ‘Arabi, aspek lahut yang ada pada paham hulul diganti dengan al-Haq (Tuhan), sedangkan aspek nasut diganti dengan al-khalq (makhluk). Al-Haq dan al-khalq adalah dua sisi bagi segala sesuatu atau dua aspek yang ada pada setiap wujud. Aspek lahir disebut al-khalq dan aspek bathin disebut al-Haq. Dengan demikian, aspek lahir memiliki sifat kemakhlukan dan aspek batin memiliki sifat ketuhanan. Dari dua aspek ini, aspek batin adalah yang terpenting sebab ia adalah esensi dari setiap wujud.[2]


Baca Juga: Telaah Pemikiran Al-Hallaj

[1] Abdul Kadir Riyadi, Antropology Tasawuf, (Jakarta: Pustaka LP3ES), hal 137.
[2] Ibid., hal 137-138.

1 komentar: