Telaah Pemikiran dan Respon Ulama Terhadap Pemikiran AL-Hallaj - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Minggu, 10 Januari 2016

Telaah Pemikiran dan Respon Ulama Terhadap Pemikiran AL-Hallaj

Telaah Pemikiran Al-Hallaj

Kontemplasi mistik merupakan proses individu, yang independent dari ibadah yang di praktekkan oleh masyarakat ia dihidupi sebagai rahmat Tuhan yang ditimbal baliki dengan cinta yang suci. Implementasi rasa cinta kepada dzat yang Esa dan pemaknaan suatu kebenaran tentu saja berada antara kaum sufi dan kaum syari’at, perbedaan sudut pandang ini seharusnya dijadi sumber rahmat bagi manusia untuk melihat potensi lain disampingnya bukan malah menjadi sumber petaka untuk selalu dipertikaikan.
 
Menarik untuk melansir tanggapan al-Damiri pengarang Hayat al-Hayawan terhadap sosok al-Hallaj sebagai berikut : bukanlah hal yang mudah menuduh seorang islam keluar dari dalamnya, kalau kata-kata masih bias di ta’wilkan ( diartikan lain ) lebih baik diartikan yang lain, karena mengeluarkan seseorang dari islam adalah perkara besar dan tergesah-gesah menjatuhkan hukuman begitu hanyalah perbuatan orang jahil.

Lebih lanjut Ibn Syuraih, seorang ulama yang sangat terkemuka dalam madzhab malik memberikan jawaban “ ilmuku tidak mendalam tentang dirinya “ sebab itu saya tidak dapat berkata-kata apa-apa.

 Sumber Gambar: commons.wikimedia.org
 
Imam al-Ghozali seketika ditanyai tentang al-Hallaj ia menjawab: perkataan yang keluar dari mulutnya adalah dari karena sangat cintanya kepada Allah, apabila cinta itu sudah sangat mendalam, tidak dirasakan lagi perpisahan diantara diri dengan yang dicintainya.

Sedemikian jelas dasar kepercayaan sufi al-Hallaj tentang persatuan diantara manusia dengan Tuhan, namun manakala dicermati ulang ternyata pemikirannya tidaklah apa seprti yang tersurat karena di waktu yang lain keluar pula perkataan yang berbeda dan berlawanan sekali dengan penjelasan pertama, ketika penjelasan pertama jelas dia berkata tentang persatuan itu, yang merupakan faham Pantheisme, namun ditempat lain dia berkata : “ Keinsananku tenggelam kedalam ketuhanan Mu, tetapi tidak mungkin bercampur, sebab ketuhanan-Mu itu senantiasa menguasai akan keinsanan ku, dengan katanya pula : “Barangsiapa yang menyangka bahwa ketuhanan bercampur dengan keinsanan jadi satu, atau keinsanan masuk dalam ketuhanan, maka kafirlah orang tersebut sebab Allah ta’ala bersendiri dalam dzatNya dan sifatNya daripada mahluk dan sifatNya pula, tidaklah Tuhan serupa dengan mahluk dalam betuk manapun juga.

Dari ungkapan diatas jelaslah bahwa pengakuan al-Hallaj bahwa dirinya adalah kebenaran, bukanlah bermakna tekstual bahwa ia menjadi Tuhan namun pada hakekatnyalah kata-kata itu adalah kata-kata Tuhan yang ucapkan melalui lidahnya dan perbuat-perbuatannya itu bukanlah perbuatan manusia melainkan perbuatan Tuhan yang dilakukan oleh manusia melalui raganya, bila ia telah memfanakan sifat nasutnya dengan sifat lahutNya, sebagaimana ungkapannya : aku adalah rahasia YANG MAHA BENAR, YANG MAHA BENAR bukanlah aku, aku hanyalah satu dari bagian yang benar, maka bedakanlah antara kami.

Respon Ulama terhadap Ajaran al-Hallaj

Berbagai ragam perkataan orang tentang al-Hallaj. Setengahnya mengkafirkan dan setengahnya lagi membela. Beberapa perkataan, terutama dari pihak kekuasaan pada masa itu tersiar bahwasanya ajaran al-Hallaj sangat merusak ketenteraman umum.

Kebanyakan kaum fiqhi mengkafirkannya,dengan alasan bahwasanya, mengatakan bahwa dari manusia bersatu dengan Tuhan, adalah stirik yang besar, sebab mempersekutukan Tuhan dengan dirinya, oleh karena itu hukum bunuh yang diterimanya adalah hal yang patut. Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, pengrang yang ternama Ibnu Nadim dan lain lain berpendapat demikian. Tetapi ulama-ulama yang lain seperti Ibnu syuriah, seorang ulama yang sangat terkemuka dalam madzhab Malik, telah memberikan jawaban: “Ilmuku tidak mendalam tentang tentang dirinya, sebab itu saya tidak berkata apa-apa.[1]

Imam Ghozali seketika ditanya orang pula pendapatnya, tentang Al Hallaj “Ana’l Haaq” itu, telah menjawab: ”Perkataan yang demikian keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah, Apabila cinta sudah sekian mendalamnya, tidak dirasakan lagi perpisahan diantara diri dengan yang dicintai. Sedangkan Ad-Damiri pengarang “Hayatul Hayawan” berkata: “bukanlah perkara mudah mudah menuduh seorang Islam keluar dari dalamnya. kalau kata-katanya masih dapat dita’wilkan (diartikan lain),lebih baik diartikan yang lain. Karena mengeluarkan seseorang dari lingkungan Islam, adalah perkara besar. Dan bergesa-gesa menjatuhkan hukum begitu, hanyalah perbuatan orang jahil.[2]
 


[1] Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Pelajar), hal.116.
[2] Ibid., hal. 118.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar