Budaya Belajar dalam Masyarakat - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Kamis, 07 Januari 2016

Budaya Belajar dalam Masyarakat

Pengertian

Kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterprestasikan pengalaman lingkungannya serta menjadi kerangka landasan bagi menciptakan dan mendorong terwujudnya kelakuan.

Berdasarkan konsep tersebut, maka budaya belajar juga dipandang sebagai model-model pengetahuan manusia mengenai belajar yang digunakan oleh individu atau kelompok sosial untuk menafsirkan benda, tindakan dan emosi dalam lingkungannya.[1]
 
Sumber Gambar: www.selangorku.com

Menurut Rusyan[2], budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam melaksanakan tugas belajar yang dilakukan. Kita menjadikan belajar sebagai kebiasaan, dimana jika kebiasaan itu tidak dilaksanakan, berarti melanggar suatu nilai atau patokan yang ada, dan menjadikan belajar sebagai kegemaran dan kesenangan, sehingga motivasi belajar muncul dari dalam diri kita sendiri, yang akhirnya produktifitas belajar meningkat.

Jadi, budaya belajar dalam masyarakat ialah sesuatu kebiasaan yang di lakukan masyarakat secara bersama yaitu belajar.

Budaya Belajar Berdasarkan Perubahan Kebudayaan Manusia

1. Akulturasi Budaya Belajar

Istilah akulturasi baru dapat dikemukakan pada tahun 1934 oleh sebuah lembaga penelitian Ilmu Sosial Internasional. Adapun anggotanya yang terkenal seperti Redfield, Linton, dan Herskovits, yang merumuskan definisi tentang akulturasi meliputi sebuah fenomena yang timbul sebagai akibat adanya kontak secara langsung dan terus menerus antara kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan adanya perubahan kebudayaan yang asli dari kedua masyarakat bersangkutan.

Akulturasi budaya belajar dapat terwujud melalui budaya yang bentuknya bermacam-macam, antara lain:

a. Kontak budaya belajar bisa terjadi antar seluruh anggota masyarakat atau sebagian saja, bahkan hanya individu-individu dari dua masyarakat. Misalnya kontak budaya dalam bidang keagamaan.

b. Kontak budaya belajar berjalan melalui perdamaian diantara dua kelompok masyarakat yang bersahabat, maupun melalui cara permusuhan antar kelompok. Contohnya antara bangsa Indonesia dengan Malaysia yang kebanyakan penduduknya masih satu rumpun bangsa.

c. kontak budaya belajar dapat timbul diantara masyarakat yang mempuyai kekuasaan baik dalam politik maupun ekonomi.

2. Asimilasi Budaya Belajar

Asimilasi dapat dipandang sebagai proses sosial yang ditandai dengan makin bergantungnya perbedaan-perbedaan antar individu dan antar kelompok serta dengan semakin eratnya persatuan dalam segi aktivitas. Asimilasi berkaiatan dengan sikap dan proses mental yang berhubungan dengan tujuan dan kepentingan bersama. Asimilasi budaya belajar pada dasarnya proses saling mempelajari pola budaya belajar antar individu dan kelompok sehingga dapat mengembangkan budaya belajar masing-masing.

Proses asimilasi budaya belajar dapat berjalan dengan cepat ataupun lambat bergantung pada beberpa faktor:[3]

a. Adanya toleransi yang memadai antar dua individu atau kelompok masyarakat memiliki perbedaan-perbedaan.

b. Adanya faktor ekonomi yang menjadi kemungkinan akan memperlancar atau memperlambat jalannya asimilasi budaya belajar.

c. Adanya faktor kesan yang baik atau rasa simpatik pada saat mengadakan kontak budaya belajar pada awalnya.

d. Adanya faktor perkawinan campuran menjadi faktor yang kuat untuk terwujudnya suatu asimilasi budaya belajar.

3. Inovasi Budaya Belajar

Konsep inovasi dibedakan dalam dua term, yaitu discoveri dan invention. Keduanya memiliki orientasi yang sama namun memiliki perbedaan. Lebih tegasnya Persudi Suparlan[4] menyatakan discoveri adalah suatu penemuan baru yang berupa persepsi mengenai hakikat suatu gejala atau hakikat mengenai hubungan antara dua gejala atau hakikat mengenai hubungan antara dua gejala/ lebih. Sedangkan inventation adalah ciptaan baru yang berupa benda/ pengetahuan yang diperoleh melalui proses pencintaan yang didasarkan atas pengkombinasian danpengetahuan-pengetahuan yang sudah ada mengenai benda atau lainnya.

Individu atau kelompok sosial akan berkesesuaian dengan motivasi untuk mengadakan pembaharuan dalam budaya belajarnya bilamana didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a. Adanya kesadaran dari para Individu akan adanya kelemahan pola budaya belajar selam ini dianutnya.

b. Adanya mutu dan keahlian para individu yang bersangkutan dalam mendorong terjadinya penemuan budaya belajar yang baru.

c. Adanya sistem perangsang dalam masyarakat yang mendorong adanya mutu budaya belajar dalam bentuk penghargaan khalayak mengenai temuannya.

d. Adanya suasana krisis yang berlangsung dalam masyarakat bersangkutan.

4. Difusi Budaya Belajar

Difusi budaya belajar dipandang sebagai proses penyebaran dari suatu budaya belajar individu ke individu lainnya atau intra-masyarakat atau dari masyarakat ke masyarakat lainnya atau difusi inter-masyarakat, nilai suatu budaya belajar baru diterima oleh masyarakat karena bekesesuaian dengan sistem gagasan, kebiasaan serta emosi-emosinya maka budaya belajar akan menjadi gejala universal. Sebaliknya budaya belajarbaru yang ketika disebarkan hanya didukung oleh sebagaian masyarakat saja disebut alternative. Sedangkan bila pendukung budaya belajar hanya sebagian kecil disebut spesialis. Manakala sistem gagasan, tingkahlaku dan sikap budaya belajar baru hanya muncul pada perorangan saja maka disebut particular individu.

Proses peniruan budaya belajar disebut imitasi. Dikalangan para inovasi budaya belajar gejala peniruan bisa dilakukan, manakala mereka dihadapkan pada suatu masalah untuk segera memecahkan masalah dilingkungannya. Gejala peniruan ini bisa berbentuk trial and error artinya mencoba-coba, bisa benar bisa juga salah. Salah satu prinsip difusi budaya belajar adalah jika terjadi mula pertama menyebar atau diidentifikasi oleh kelompok masyarakat yang letaknya dan hubungannya paling dekat dengan sumber perubahan budaya belajar. Prinsip lainnya berkenaan dengan marginal servival, yakni jauh unsur kebudayaan yang disebarkan itu dari pusatnya maka sifat kebudayaan itu semakin kabuar atau dengan kata lain unsur kebudayaan yang tersebar itu telah mengalami perubahan baik dari bentuknya maupun isinya.[5]


[1] Parsudi Suparlan, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan, (Jakarta: Rajawali, 1984), hal. 172.
[2] A. Tabrani Rusyan dan Atang Kusdinar, Pendekatan dalam ProsesBelajar Mengajar, (Bandung: RemajaRosdakarya, 1992), hal. 12.
[3] http://imadiklus.com/kajian-antropologi-teknologi-pendidikan-kasus-transmisi-budaya-belajar/ diakses pada hari senin, 2 Maret 2015.
[4] Parsudi Suparlan, Manusia, Kebudayaan..., hal. 182.
[5] http://imadiklus.com/kajian-antropologi-teknologi-pendidikan-kasus-transmisi-budaya-belajar/ diakses pada hari senin, 2 Maret 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar