Model-model Pembelajaran - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Minggu, 13 Desember 2015

Model-model Pembelajaran

Dalam mengimplementasikan kurikulum berbasis kompetensi E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran denganModul (Modular Instruction) Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry)
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran tersebut:

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata,sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, denganmenyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.

Sumber Gambar: www.pendidikankarakter.com

2. Bermain Peran (Role Playing)

Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalahyang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.

Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, danmenginterprestasikan suatu kejadian Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahanmasalah.

Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasitahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

3. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)

Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran denganmelibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Denganmeminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikankontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.

4. Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, danmemperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperolehhasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermindari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telahditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semuatujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentumerupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasitentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukandimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).

Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tessecara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan(diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dankonseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial(pengajaran korektif).

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi;(2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikaldengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) correctivetechnique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagaldicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahanwaktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).

Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.

5. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis,operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk paraguru. Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harusdilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan atau di pelajari.

2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkinkarakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telahdiperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.

3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaranseefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif,tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing) simulasi dan berdiskusi.

4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan diamemulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan.

5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.

6. Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuansiswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis,analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensidan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.

Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a)kesadaran terhadap masalah; (b)pentingnya masalah dan(c)merumuskan masalah.

2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) mengujidan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; danmerumuskan

3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari :mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihathubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.

4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b)merumuskan kesimpulan. 5. Menerapkan kesimpulan dan generalisai. Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yangkritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberikemudahan bagi kerja kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar