Fenomenologi Husserl dan Fenomenalisme - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Rabu, 16 Desember 2015

Fenomenologi Husserl dan Fenomenalisme

Fenomenologinya

Husserl mengosentrasikan analisis fenomenologinya tentang intensitas semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung. Pengalaman langsung ini seperti pengalaman religius, moral, estetis, keseptual dan indrawi. Setelah sampai pada pemikiran-pemikiran dasar aspek-aspek ini maka Huserl sampai pada suatu kesimpulan bahwa filsafat itu hendaknya tertuju pada watak intensional kesadaran. Dan untuk tercapai hasil yang murni perlu hindari praduga-praduga konseptual dari ilmu emperis. Alasannya karena filsafat itu berbeda dengan ilmu lain. Metode filsafat memiliki keunikan sendiri, yang secara hakiki berbeda dengan metode dan temuan ilmu alam, ilmu logika dan matematika formal.

Sumber Gambar: edyintelectus.blogspot.com

Bagi Husserl fenomenologi itu bukan hanya sekedar filsafat tetapi juga sebagai metode. Karena dalam fenomenologi kita memperoleh langkahlangkah dalam menuju suatu fenomena yang murni. Langkah-langkah ini meneliti ciri-ciri fenomen-fenomen berdasarkan apa yang tersingkap melalui kesadaran tentang fenomenon itu. Langkah-langkah dalam proses kesadaran kita, berawal dari pemahaman subjek lalu menuju pada kesadaran murni. Kesadaran murni adalah tingkat yang tertinggi. Untuk sssampai pada tingkatan yang tertinggi ini kita perlu bebas dari pengalaman serta gambaran hidup sehari-hari. Proses ini akan sampai pada batas dimana gambaran dan pengalaman yang dijauhkan itu akan mengendap sarinya. Sari ini adalah gambaran hakiki atau intuisi esensi.

Fenomenologi Husserl nampaknya ingin menggali secara mendalam perangkat tentang pola kesadaran manusiawi yang esensial saling berhubngan. Sasaran Huserl ini kelak orang menamakan fenomenologi Husserl sebagai fenomenologi transendental.[1]

Sebagai suatu gerakan filsafat, fenomenologi menjadi masyhur di Jerman pada seperempat abad yang pertama dari abad ke-20, kemudian menjalar ke Perancis dan Amerika Serikat. Pada usia Husserl yang ke 54, ia baru dapat menyajikan permulaan penyelidikan-penyelidikannya, yaitu deskripsi pertama yang telah diolah baik tentang fenomenologi sebagai metode yang keras untuk menganalisa kesadaran.[2]

Pengaruh Husserl amat besar, dalam aliran-aliran lain. Ada yang mempergunakan metode ini untuk segala ilmu atau cabang filsafat, misalnya S. Strasser dalam antropologinya, E. De Bruyne dalam etika dan aestetikanya serta Langeveld dalam paedagogiknya.[3]

Fenomenalisme

Seperti yang dituliskan oleh Save M. Dagundalam bukunya yang berjudul Filsafat Eksistensialisme[4] bahwa konsep fenomenalisme merupakan suatu teori pengetahuan yang bertumpu pada pemikiran bahwa hanya penyerapan-penyerapan merupakan objek langsung dari pengetahuan. Melalui pemikiran ini kita mengetahui segala gejala bukan eksistensinya. Berbeda dengan idealisme epistemologi, konsep fenomenalisme lebih menekan eksistensi segala sesuatu yang lepas dari pemikiran manusia. Berbeda dengan konsep eksistensi, di mana jika eksistensi sesuatu di dalam dirinya sendiri ditolak maka apa yang nampak itu sama sekali tidak berarti.

Istilah fenomenalisme merupakan perkembangan jauh dari gerakan fenomenologi. Dalam ajaran ini terdapat beberapa ajaran pokok yakni bahwa hanya fenomena dapat diketahui sebagaimana data indrawi itu tampak pada kesadaran kita. Melalui kegiatan kesadaran, kita dapat mengetahui hakikat yang paling dalam dari suatu kenyataan yang berbeda yang berada didalam dirinya sendiri . Konsep ini juga mengungkapkan bahwa apa yang kita ketahui tergantung pada kegiatan kesadaran.

Kaum fenomenalis menegaskan bahwa segala sesuatu memberikan kesan-kesan kepada kita. Dalam kesan-kesan ini, hal-hal itu tampak kepada kita sesuai dengan ciri khas subyek bersangkutan. Dan gejala-gejala yang kita terima secara pasif ini merupakan objek pengetahuan kita.

Konsep fenomenalisme itu berada baik dari realisme maupun dari idealisme. Jika dalam idealisme itu mengatakan bahwa objek pengetahuan dihasilkan secara aktif oleh pikiran kita. Sementara fenomenalisme, yang benar itu adalah apa yang tampak. Dan dari segi logika maka konsep ini merupakan suatu bentuk relativisme. Tokoh yang mendukung posisi ini adalah David Hume.

Fenomenalisme ada bentuk ekstrim dan ada yang bentuk moderat. Bentuk ekstrim cenderung kepada idealisme subjektif. Artinya dunia merupakan suatu jumlah keseluruhan dari ide-ide atau jumlah penyerapan. Sedangkan fenomenalisme moderat menerima eksistensi objek yang tampak dalam penyerapan-penyerapan. Jadi, fenomenalisme adalah sebuah kepercayaan yang berkembang dari gerakan fenomenologi. Dalam ajaran ini terdapat beberapa ajaran pokok yakni bahwa hanya fenomena dapat diketahui sebagaimana data indrawi itu tampak pada kesadaran kita. Jadi ajaran ini mengungkapkan bahwa apa yang kita ketahui tergantung pada kegiatan kesadaran. Dan fenomenalisme ada dua bentuk: bentuk ekstrim dan bentuk moderat.


[1] Save M. Dagun, Filsafat Eksistensialisme, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 42-43.
[2] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 142.
[3] Poedjawijatna, Pembimbingan Ke Arah Alam Filsafat, (Jakarta: P.T Pembangunan, 1980), hal. 140.
[4] Save M. Dagun, Filsafat Eksistensialisme..., hal. 40-42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar