Pandangan-pandangan HTI - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Minggu, 20 Desember 2015

Pandangan-pandangan HTI

Sikap HTI Terhadap Modernitas

Modernisme yang muncul di Barat pada dasarnya berintikan pandangan dunia (world view) yang berorientasi pada kemajuan (the idea of progress). Modernisme adalah upaya untuk bisa keluar dari era kegelapan Barat Abad Pertengahan. Proyek modernisme yang bermuara pada kapitalisme dan individualisme serta kebangkitan Barat terangkum dalam apa yang disebut ‘grand narrative’.

Sumber Gambar: buktidansaksi.com

HTI, dalam memandang peradaban Barat dan sekian produk yang mengikutinya, membedakan antara hadarah dan madaniyyah. Menurut HT, hadarahadalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang kehidupan, sedangkan madaniyyahadalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya produk kemajuan sains dan perkembangan tekhnologi/ industri. Dengan demikian, bentuk hadarah bersifat khas, sedangkan bentuk madaniyyah bersifat universal,milik seluruh umat manusia. Tidak ada larangan bagi kita untuk mengambil bentuk-bentuk madaniyyah Barat yang menjadi produk sains dan tekhnologi/ industri. Tetapi hadarahnya harus ditolak.[1]

Pandangan HTI Tentang Nasionalisme

Ernesr Renan mendefinisikan nasionalisme sebagai unsur yang dominan dalam kehidupan sosial-politik sekelompok manusia dan telah mendorong suatu bangsa atau nation guna menyatukan kehendak untuk bersatu.

HTI, berdasarkan karakter ideologis dan politisnya, sangat menolak saqafah-saqafahasing yang diantaranya adalah nasionalisme. HTI menganggap bahwa Barat telah meracuni umat Islam dengan paham kedaerahan yang sempit. Paham nasionalisme dijadikan para penjajah sebagai sumbu putar aktifitas-aktifitas yang bersifat sesaat. Demikian juga umat Islam diracuni dengan ilusi kemustahilan berdirinya Daulah Islamiyyahdan kemustahilan persatuan dan kesatuan negeri-negeri Islam karena terdapatnya perbedaan kultur, penduduk dan bahasa. Para penjajah meracuni umat Islam dengan konsep politik yang keliru seperti slogan: ‘Agama adalah Milik Allah’, ‘Tanah AirMilik Semua Orang’, ‘ Kita Dipersatukan oleh Penderitaan dan Cita-cita’, ‘Tanah Air di Atas Segalanya’, ‘Kita Harus Rela dengan Kenyataan Yang Ada’, Kita Harus Bersikap Realitis’, dan sejenisnya.[2]

Pandangan HTI Tentang Nation-State

Hakekat bangsa adalah keinginan para warga negara untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa sehingga negara pada hakekatnya merupakan proses integrasi yang kontinyu. Nation-state ditegakkan dengan semangat nasionalisme. Nasionalisme menjadi faktor penentu untuk mempertahankan loyalitas dan memperjelas identitas politik. David Held menyatakan bahwa konsep nation-state harus dipisahkan dengan nasionalisme karena yang membuat suatu bangsa utuh menjadi negara bangsa bukan adanya sentimen-sentimen nasionalisme, melainkan penyatuan administratif atas batas-batas wilayah yang didefinisikan dengan tepat.[3]

Menurut Azyumardi Azra terdapat tiga hal yang membuat Islam dan nation-state mengalami ketegangan. Ketiga hal tersebut yaitu:[4]

1. Secara historis
Nation-state dianggap ahistoris oleh umat Islam, karena konsep tersebut muncul dan berkembang di Barat.

2. Secara konseptual
Nation-state berlandaskan pada kriteria-kriteria etnisitas, kultural, bahasa, dan wilayah, berbeda dengan Islam yang hanya berlandaskan pada persamaan agama.

3. Secara institusional
Nation-state berdiri secara diametris dengan institusi khilāfah yang menegaskan bahwa semua wilayah Dār al-Islām pada dasarnya merupakan suatu religiously based super-state. Hizbut Tahrir merupakan kelompok yang menolak konsep nation-state sebagai sistem politik dan pemerintahan. Menurutnya, konsep nation-state adalah propaganda Barat dalam rangka menjauhkan kaum Muslim dari ikatan yang hakiki, yaitu ikatan Islam.[5]

Baca Juga: Pandangan-pandangan HTI (2)

[1] Saifuddin, Khilafah vis-a-vis Nation State Telaah atas Pemikiran, (Yogyakarta: Mahameru, 2012), hal. 52-53.
[2] Ibid., hal. 58-59.
[3] Ibid., hal. 59.
[4] Ibid., hal. 60.
[5] Ibid., hal. 60-61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar