Sikap Keagamaan yang Menyimpang dan Faktor yang Mempengaruhinya - Kumpulan2 Makalah PAI

Latest

Sebuah kumpulan-kumpulan makalah PAI


BANNER 728X90

Sabtu, 19 Desember 2015

Sikap Keagamaan yang Menyimpang dan Faktor yang Mempengaruhinya


Sikap Keagamaan yang Menyimpang

Dalam pandangan psikologi agama, ajaran agama memuat norma-norma yang dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut mengacu kepada pencapaian nilai-nilai luhur yang mengacu kepada pembentukan kepribadian dan hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan. Dengan demikian sikap keagamaan merupakan kecendrungan untuk memenuhi tuntutan yang dimaksud.

Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap yang dianut mengalami perubahan. Sikap keagamaan yang menyimpang sehubungan dengan perubahan sikap tidak selalu berkonotasi buruk. Sikap kagamaan yang menyimpang dari tradisi keagamaan yang cendrung keliru mungkin akan menimbulkan suatu pemikiran dan gerakan pembaharuan. Sikap yang menentang merupakan sikap keagamaan yang menyimpang, seseorang atau kelompok penganut suatu agama mungkin saja bersikap toleran pada agama lain ataupun aliran lain yang berbeda dengan aliran agama yang dianutnya. Masalah yang menyangkut keagamaan ini umumnya tergantung hubungan mengenai kepercayaan dan keyakinan.

Sumber Gambar: sumber-ilmu-islam.blogspot.com

Kepercayaan adalah tingkat pikir manusia dalam mengalami proses berfikir yang telah dapat membebaskan manusia dari segala unsur yang terdapat di luar fikirannya. Sedangkan keyakinan adalah suatu tingkat fikir yang dalam proses berfikir manusia telah menggunakan kepercayaan dan keyakinan ajaran agama sebagai penyempurna proses, pencapaian kebenaran, dan kenyataan yang terdapat diluar jangkauan berfikir manusia. Kepercayaan dan keyakinan merupakan hal yang abstrak sehingga, secara empirk sulit dibuktikan secara nyata mengenai kebenarannya.

Sikap keagamaan yang menyimpang dapat terjadi, bila penyimpangan pada kedua tingkat fikir, sehingga dapat memberi kepercayaan dan keyakinan baru pada seseorang atau kelompok. Apabila tingkat fikir tersebut mencapai tingkat kepercayaan serta keyakinan yang tidak sejalan dengan ajaran agama tertentu maka akan terjadi sikap keagamaan yang menyimpang. Sikap keagamaan yang menyimpang cendrung didasarkan pada motif yang bersifat emosional yang lebih kuat ketimbang aspek rasional.[1]

Dalam agama Islam, ada beberapa contoh sikap menyimpang dalam beragama, seperti:

1. Takabur
Menurut pengertian istilah, takabur ialah menampakkan kakaguman diri dengan cara meremehkan orang lain dan merasa dirinya lebih besar dibandingkan dengan orang lain, serta tidak mau mendapat kritik dari orang lain.[2]

2. Sombong
Sombong disebut juga dengan takabur, congak, pongoh, membusungkan dada dan membanggakan diri. Sombong ini termasuk penyakit batin. Kita lihat dalam masyarakat, ada kesombongan ilmiah, karena hanya dia yang paling tahu, ada kesombongan kekuasaan, karena hanya dia yang paling kuasa, ada kesombongan kekayaan, karena hanya dia yang paling kaya. Paling parah lagi penyakit ini, apabila sudah berjangkit ke dalam hati, hanya dia yang paling taat, yang paling dermawan, dan yang paling berjasa membela rakyat yang menderita, mengentaskan kemiskinan.[3]

3. Munafik
Munāfiq atau Munafik (kata benda, dari bahasa Arab: منافق, plural munāfiqūn) adalah terminologi dalam Islam untuk merujuk pada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama Islam, namun sebenarnya hati mereka memungkirinya.[4]

Berdasarkan hadits, Nabi Muhammad mengatakan: “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu; jika berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari dan jika dipercaya berkhianat”.[5]

Itu hanya beberapa contoh dari sikap menyimpang dalam beragama, dalam ajaran agama Islam.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang Menyimpang

Sikap berfungsi untuk menggugah motif untuk bertingkah laku, baik dalam bentuk tingkah laku nyata maupun tingkah laku tertutup. Dengan demikian, sikap mempengaruhi dua bentuk reaksi seseorang terhadap objek, yaitu dalam bentuk nyata dan terselubung. Karena sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka sikap akan bisa di ubah, walaupun sulit.

Terjadinya keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan perubahan sikap. Beberapa teori psikologis mengungkapkan mengenai perubahan sikap tersebut antara lain:

1. Teori stimulus dan respons, yang memandang manusia sebagai organisme menyamakan perubahan sikap dan proses belajar. Menurut teori ini ada tiga variabel yang mempengaruhi terjadinya perubahan sikap, yaitu perhatian, pengertian dan penerimaan mengacu kepada teori ini, jika seseorang atau kelompok memiliki perhatian terhadap suatu objek dan memahami objek yang dimaksud serta menerimanya, maka akan terjadi perubahan sikap.

2. Teori pertimbangan sosial, dalam teori ini perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perubahan sikap adlah persepsi sosial, posisi sosial dan proses belajar sosial. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas faktor penguatan, komunikasi persuasif. Harapan yang diinginkan, perubahan sikap menurut teori ini ditentukan oleh keputusan-keputusan sosial sebagai hasil interaksi faktor internal dan eksternal.

3. Teori konsistensi, menurut teori ini perubahan sikap lebih di tentukan oleh faktor intren yang tujuannya untuk menyeimbangkan antara sikap dan perbuatan .

Dalam kehidupan keagamaan barangkali perubahan sikap ini berhubungan dengan konversi agama. Seseorang yang merasa bahwa apa yang dilakukannya sebelumnya adalah keliru, berupaya untuk mempertimbangkan sikapnya. Pertimbangan tersebut melalui proses dari munculnya persoalan hingga tercapainya suatu keseimbangan. Keempat fase dalam terjadinya perubahan sikap itu adalah:

1. Munculnya persoalan yang dihadapi.
2. Munculnya beberapa pengertian yang harus dipilih.
3. Mengambil keputusan berdasarkan salah satu pengertian yang dipilih.
4. Terjadi keseimbangan.

Perubahan sikap seperti ini, menurut Heider dilatar belakangi oleh perasan senang dan tidak senang. Mengacu kepada teor ini perubahan sikap yang menyangkut kehidupan beragama dapat terjadi oleh karena adanya pengaruh dalam diri seseorang. Pengaruh tersebut menimbulkan persoalan hingga terjadi ketidak seimbangan dalam batinnya. Untuk mengembalikan keseimbangan semulai, adalah dengan cara memberikan kestabilan pada diri. Kondisi tersebut dapat menimbulkan keharmonisan dan keseimbangan.[6]

[1] Jalaluddin, Psikologi Agama..., hal. 272-275.
[2] Sayyid Muhammad Nuh, Af’atun ‘ala Ath Thariq, terj. Darmanto, (Jakarta; PT Lentera Bastritama, 1998), hal. 109.
[3] Ali Hasan, Orang-Orang Yang dicintai dan dibenci Allah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 63.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Munafiq, diunduh pada 16 Oktober 2013, jam 12.07.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Munafiq, diunduh pada 16 Oktober 2013, jam 12.07. 
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Abu ar-Rabih telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Nafi’ bin Malik bin Abi ‘Amir Abu Suhail dari ayahnya dari Abu Huarairah. Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan al-Nasa’i.
[6] Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 286-289.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar