Teori-teori Kepemimpinan
Ada beberapa teori kepemimpinan yang berkembang selama ini dalam organisasi antara lain:
1. Teori Sifat
Menurut teori ini, kepemimpinan ditentukan oleh sifat dan ciri pribadi orang yang dapat mempengaruhi para anggota kelompok. Jadi kepemimpinan merupakan bagian dari kepribadian seseorang. Ini dicirikan oleh perbedaan kepribadian antara pemimpin dan bukan pemimpin serta pengikut.[1]
Ada beberapa teori kepemimpinan yang berkembang selama ini dalam organisasi antara lain:
1. Teori Sifat
Menurut teori ini, kepemimpinan ditentukan oleh sifat dan ciri pribadi orang yang dapat mempengaruhi para anggota kelompok. Jadi kepemimpinan merupakan bagian dari kepribadian seseorang. Ini dicirikan oleh perbedaan kepribadian antara pemimpin dan bukan pemimpin serta pengikut.[1]
Sumber Gambar: bigkuti.blogspot.com
Menurut Stogdill (1974) bahwa sifat-sifat kepemimpinan dikelompokkan menjadi 5, yaitu:[2]
- Capacity, yang meliputi: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, keaslian dan kemampuan menilai
- Achievement,yang meliputi: gelar kesarjanaan, pengetahuan dan keberhasilan dalam olahraga
- Responsibility, yang meliputi: berdikari, inisiatif, ketekunan, agresif, percaya pada diri sendiri dan keinginan untuk unggul
- Participation, yang meliputi: aktif, kemampuan bergaul, kerjasama dan mudh menyesuaikan diri
- Status, yang meliputi: kedudukan sosial ekonomi dan ketenaran
2. Teori Perilaku
Teori perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajaridari pola tingkah laku dan bukan dari sifat-sifat. Sorotan teori ini adalah tingkah laku para pemimpin pada saat mereka berupaya mempengaruhi para anggota kelompok, baik secara perorangan maupun kolektif.[3]
3. Teori Situasional (Kontingensi)
Teori kontingensi sebenarnya masih tergolong dalam teori perilaku, karena yang disoroti adalah perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Menurut teori kontingensi, kepemimpinan merupakan hasil dari kombinasi yang tepat antara fungsi situasional dan gaya kepemimpinan. Teori kontingensi menggabungkan gaya kepemimpinan dan dan fungsi situasional untuk memprediksi keefektifan pemimpin.[4]
Gaya atau Tipe Kepemimpinan
Ada beberapa gaya kepemimpinan, yaitu:[5]
1. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif atau disebut dengan gaya kepemimpinan demokratik merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada usaha seorang pemimpindalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputasan.
2. Gaya Kepemimpinan Otokratik
Kepatuhan pengikut terhadap pimpinan merupakan corak gaya kepemimpinan otokratik. Dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan yang bersumber pada tradisi, pengikut patuh pada pimpinan bukan dilandaskan pada tatanan impersonal, tetapi menjadi loyalitas pribadi dan membiasakan diri tunduk pada kewajiban.
3. Gaya KepemimpinanLaissez Faire
Pemimpin bergaya Laissez Fairememposisikan dirinya sebagai fasilitator. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa para anggota organisasi telah dapat mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada semua aturan pencapaian yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin dengan gaya Laissez Faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak peran untuk mencampuri arah dan perkembangan organisasi.
Pemimpin dengan gaya Laissez Faire menganggap bahwa para pengikut atau anggota organisasi seorang yang dewasa, bertanggung jawab dan mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya. Dengan begitu pemimpin dan pengikutnya saling percaya yang mendasari itu semua.
Dahulu zaman Nazi bisa disebut gaya kepemimpinan otokratik atau otoriter kita sering mendengarnya. Sekarang banyak yang menggunakan gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratik.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori, yaitu:[6]
1. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan bakat bukannya dibuat. Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan dengan bakat pemimpin. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan muncul sebagi pemimpin.
2. Teori Sosial
Inti dari teori ini ialah bahwa pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati. Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran.
Teori perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajaridari pola tingkah laku dan bukan dari sifat-sifat. Sorotan teori ini adalah tingkah laku para pemimpin pada saat mereka berupaya mempengaruhi para anggota kelompok, baik secara perorangan maupun kolektif.[3]
3. Teori Situasional (Kontingensi)
Teori kontingensi sebenarnya masih tergolong dalam teori perilaku, karena yang disoroti adalah perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Menurut teori kontingensi, kepemimpinan merupakan hasil dari kombinasi yang tepat antara fungsi situasional dan gaya kepemimpinan. Teori kontingensi menggabungkan gaya kepemimpinan dan dan fungsi situasional untuk memprediksi keefektifan pemimpin.[4]
Gaya atau Tipe Kepemimpinan
Ada beberapa gaya kepemimpinan, yaitu:[5]
1. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif atau disebut dengan gaya kepemimpinan demokratik merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada usaha seorang pemimpindalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputasan.
2. Gaya Kepemimpinan Otokratik
Kepatuhan pengikut terhadap pimpinan merupakan corak gaya kepemimpinan otokratik. Dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan yang bersumber pada tradisi, pengikut patuh pada pimpinan bukan dilandaskan pada tatanan impersonal, tetapi menjadi loyalitas pribadi dan membiasakan diri tunduk pada kewajiban.
3. Gaya KepemimpinanLaissez Faire
Pemimpin bergaya Laissez Fairememposisikan dirinya sebagai fasilitator. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa para anggota organisasi telah dapat mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada semua aturan pencapaian yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin dengan gaya Laissez Faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak peran untuk mencampuri arah dan perkembangan organisasi.
Pemimpin dengan gaya Laissez Faire menganggap bahwa para pengikut atau anggota organisasi seorang yang dewasa, bertanggung jawab dan mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya. Dengan begitu pemimpin dan pengikutnya saling percaya yang mendasari itu semua.
Dahulu zaman Nazi bisa disebut gaya kepemimpinan otokratik atau otoriter kita sering mendengarnya. Sekarang banyak yang menggunakan gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratik.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori, yaitu:[6]
1. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan bakat bukannya dibuat. Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan dengan bakat pemimpin. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan muncul sebagi pemimpin.
2. Teori Sosial
Inti dari teori ini ialah bahwa pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati. Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran.
[1] Mulyadi, Kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu, (Malang: UIN Maliki Press,
2010), hal. 14.
[5] Rohmat, Kepemimpinan
Pendidikan Konsep dan Aplikasi, (Purwokerto: STAIN Press, 2010), hal.
58-64.
[6] Abd. Wahab dan Umiarso,
Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Yogyakarta:Ar-Ruzz
Media, 2011), hal. 93-94.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar